BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Sumber daya manusia sebagai
individu-individu didalam organisasi memiliki keunikannya masing-masing yang
tidak dapat disamaratakan sehingga kebijakan yang diterapkan dalam suatu
organisasi selayaknya mampu mewadahi bahkan menjembatani beragam keunikan
tersebut. Individu dalam organisasi adalah unik karena setiap individu memiliki
tingkat kebutuhan yang berbeda, karakteristik yang berbeda, cara pandang atau
perspektif yang berbeda terhadap suatu peristiwa atau permasalahan,
persepsi yang berbeda, dan kepribadian yang berbeda. Semua hal tersebut
merupakan hal yang sifatnya intangible, tidak dengan mudah dapat dilihat,
diraba, dan dipahami dengan mudah karena bukan sesuatu fisikal. Selain hal-hal intangible,
individu juga berbeda dan unik secara fisikal, diantaranya bentuk tubuh secara
fisik, ras/etnis, dan gender/seks yang tentunya akan melahirkan suatu kebutuhan
yang berbeda. Keunikan-keunikan tersebut perlu diakomodir dengan baik
sehingga tujuan dari organisasi dapat terpenuhi.
Kebijakan yang ditetapkan dalam organisasi
beserta praktiknya mempengaruhi perilaku kelompok maupun individu didalam tubuh
organisasi. Setiap individu dan kelompok akan memiliki persepsi dan penilaian
yang berbeda terhadap suatu bentuk kebijakan dan praktik MSDM. Kekecewaan
maupun tekanan yang mungkin timbul akibat persepsi dan penilaian terhadap suatu
bentuk kebijakan akan memunculkan bentuk-bentuk perilaku yang akan berpengaruh
terhadap penurunan kinerja organisasi yang diantaranya tercermin dari meningkatnya
ketidakhadiran, meningkatnya turnover, dan penurunan produktivitas individu
atau kelompok.
Sejalan dengan semua yang diungkapkan
diatas, kebijakan maupun praktek MSDM ini perlu mendapatkan perhatian secara
khusus agar dapat berjalan dan berfungsi secara efektif. Untuk dapat
menciptakan kebijakan dan praktek yang efektif tentu perlu adanya suatu
pemahaman tentang kebijakan dan praktek MSDM. sesuai dengan judul dari makalah
ini yaitu Kebijakan dan Praktik Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM), untuk
menambah pemahaman akan kebijakan dan praktek MSDM, makalah ini akan membahas
wujud kebijakan dan praktek MSDM dalam organisasi, mengapa kebijakan dan
praktek MSDM ini penting bagi peningkatan kinerja organisasi, bagaimana
menciptakan kebijakan dan praktek MSDM yang efektif, serta bagaimana kita bisa
menilai suatu kebijakan dan praktek MSDM dari segi keefektifannya.
1.2
Rumusan
Masalah
1) Apa
pentingnya pengelolaan manajemen sumber daya manusia bagi organisasi?
2) Bagaimana
kebijakan dan praktik MSDM dalam organisasi?
3) Apakah metode pelatihan dari sistem organisasi?
4) Bagaimana
evaluasi kinerja dalam sistem
organisasi?
5) Apa isu kebijakan sumber daya manusia?
1.3
Tujuan
Pembahasan
1) Untuk mengetahui pentingnya
pengelolaan manajemen sumber daya manusia
bagi organisasi.
2) Untuk mengetahui kebijakan
dan praktik MSDM dalam organisasi.
3) Untuk mengetahui metode pelatihan dari sistem organisasi.
4) Untuk mengetahui evaluasi
kinerja dalam sistem
organisasi.
5) Untuk mengetahui isu kebijakan sumber daya manusia.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pentingnya
pengelolaan manajemen sumber daya manusia
Manusia merupakan sumber daya yang penting
dalam organisasi sekaligus juga sebagai tiang penyangga dalam organisasi,
seperti dikemukakan Martin Yates “The most valuable capital is
human capital; the most powerful technology is people”. SDM
merupakan asset kritis organisasi yang tidak hanya diikutsertakan
dalam filosofi perusahaan tetapi juga dalam proses perencanaan strategis.
Menurut Kathrin Connor (dikutip dari Schuller, 1990), wakil presiden SDM di Liz
Claiborne: Human resources are a part of the strategic planning process. It
is a part of policy development, line extension planning and the merger and
acquisition processes. Little is done in planning policy on the finalization
stages of any deal. Dari pernyataan Kathrin Connor, diakui bahwa SDM
merupakan bagian proses perencanaan strategis dan menjadi bagian pengembangan
kebijakan dan praktek organisasi. sebagai sumber daya yang penting, sumber daya
manusia perlu mendapatkan perhatian dan pengelolaan melalui suatu ilmu
pengelolaan atau manajeman yang dikenal sebagai manajemen sumber daya manusia.
Manajemen Sumber Daya Manusia didasari pada suatu konsep bahwa setiap
karyawan adalah manusia, bukan mesin, dan bukan semata menjadi sumber daya
bisnis. Menurut Edwin B. Flippo, guru besar manajemen Universitas Arizona,
manajemen sumber daya manusia adalah perencanaan, pengorganisasian, pengarahan,
dan pengawasan terhadap pengadaan, pengembangan, kompensasi, integrasi,
perawatan, dan pemutusan hubungan kerja sumber daya manusia, untuk mencapai
tujuan sehingga sasaran-sasaran perseorangan, organisasi, dan kemasyarakatan
dapat dicapai.
Sukses bersaing organisasi bisa dicapai
dengan pengelolaan SDM potensial yang dimilikinya. SDM bisa dijadikan sebagai
sumber keunggulan kompetitif lestari serta tidak mudah ditiru pesaing karena
(Pfeffer, 1995):
1. Sukses bersaing yang diperoleh dari
pengelolaan SDM secara efektif tidak setransparan mengelola SDM lainnya,
seperti melihat komputerisasi sistem informasi yang terdiri atas semikonduktor
dan sejumlah mesin pengontrol.
2. Bagaimana SDM dikelola dipengaruhi oleh
budaya. Budaya organisasi akan mempengaruhi ketrampilan, kemampuan SDM, serta
kesesuaiannya dengan sistem yang ada.
Peffer (1995) menegaskan bahwa suatu
keunggulan kompetitif dapat dicapai melalui pengelolaan sumber daya manusia
yang dimiliki perusahaan secara efektif. Hal ini dapat diperoleh dengan
menerapkan praktik-praktik berikut secara saling berkaitan karena sulit untuk
menangani suatu tindakan bila hanya diterapkan secara terpisah.
· Keselamatan
kerja (employment security). Employment security untuk menghadapi
tekanan akan perlunya kehati-hatian dan selektivitas yang tinggi dalam
mempekerjakan manusia. Lebih jauh employment security mendorong
keterlibatan karyawan karena karyawan akan lebih termotivasi untuk memberikan
kontribusi mereka terhadap proses pekerjaan.
· Keselektifan
dalam perekrutan (selective in recruiting), merupakan jaminan dalam pekerjaan
dan kepercayaan pada sumber daya manusia yang dimiliki perusahaan untuk meraih
keunggulan bersaing. Ini berarti dibutuhkan kehati-hatian dalam memilih orang
yang tepat, dengan cara yang benar. Dalam praktiknya persahaan melakukan proses
perekrutan sangat cermat didasarkan atas keinginan perusahaan untuk sukses
dalam persaingan. Di sisi lain, banyak juga proses penyaringan dilakukan untuk
menemukan orang yang dapat bekerja dengan baik dalam suatu lingkungan baru,
dapat belajar dan berkembang, sehingga membutuhkan supervisi yang lebih
sedikit.
· Tingkat
upah yang tinggi (high wages). Perusahaan yang ingin mempekerjakan tenaga kerja
yang sangat kompeten, pemberian upah atau gaji yang lebih tinggi merupakan
salah satu faktor kunci. Tingkat upah yang tinggi akan memberikan kemampuan
lebih selektif dalam menemukan orang yang dapat dilatih dan bertanggung jawab
terhadap organisasi. Upah yang tinggi merupakan hal yang paling penting karena
akan memberikan kesan bahwa organisasi sangat menghargai karyawannya.
· Pemberian
insentif (incentive pay). Sudah merupakan suatu tendensi bahwa uang sering digunakan
untuk memecahkan masalah organisasional. Karyawan dimotivasi oleh faktor-faktor
yang melebihi uang seperti pengakuan, jaminan, perlakuan yang adil, dan
semuanya memberikan pengaruh yang besar terhadap individu.
· Hak
kepemilikan karyawan (employee ownership), memberikan dua keuntungan yaitu
karyawan yang memiliki keinginan terhadap kepemilikan dalam organisasi tempat
mereka bekerja , dan adanya konflik yang lebih sedikit antara modal dan tenaga
kerja. Penerapan employee ownership yang efektif dapat mensejajarkan
keinginan karyawan dengan pemegang saham, dengan cara membuat karyawan sebagai
pemegang saham juga. Kedua, employee ownership menempatkan saham pada
karyawan yang cenderung untuk mengambil suatu gambaran jangka panjang
organisasi, strategi organisasi, kebijakan investasi, dan manuver keuangan
lainnya.
· Information sharing.
Jika sumber daya yang dimiliki perusahaan merupakan sumber keunggulan bersaing,
maka sangat jelas bahwa mereka harus memiliki informasi yang dibutuhkan untuk
melakukan apa yang diisyaratkan bagi tercapainya suatu kesuksesan. Salah satu
alasan yang potensial bagi perusahaan untuk tidak menyingkapkan informasi pada
sejumlah besar karyawan adalah terdapat kemungkinan bahwa informasi tersebut
akan bocor sampai pada pesaing.
· Partisipasi
dan pemberdayaan (participation and empowerment). Dengan adanya informasi yang
diketahui bersama pada semua tingkat organisasional, merupakan suatu kondisi
awal yang diperlukan bagi sistem kerja yang berhasil, mendorong desentralisasi
dalam pengambilan keputusan, dan memberikan keleluasaan bagi pekerja untuk
berpartisipasi, dan pemberdayaan dalam pengendalian proses pekerjaan mereka
sendiri. Kepuasasan karyawan dan produktivitas kerja akan semakin meningkat
dengan meningkatnya partisipasi karyawan.
· Pengelolaan
tim secara mandiri (self managed team). Organisasi yang memiliki suatu tim yang
kuat dan tangguh , cenderung memperoleh hasil yang memuaskan. Keuntungan yang
diperoleh pada organisasi yang memiliki self managed team diantaranya
adalah berkurangnya pembelian, penugasan karyawan, dan produksi, karena
semuanya dapat ditangani oleh tim kerja yang sudah terkelola dengan baik.
· Pelatihan
dan pengembangan ketrampilan (trainning and skill development). Merupakan suatu
bagian yang integral dari sistem kerja yang paling baru, merupakan komitment
yang lebih besar terhadap pentingnya pelatihan dan pengembangan SDM. Pelatihan
akan memberikan hasil yang positif hanya jika pekerja yang dilatih mendapatkan
kesempatan untuk menggunakan keahlian tersebut. Disamping perlunya pelatihan
dan pengembangan bagi pekerja dan manajer, juga dibutuhkan perubahan struktur
kerja, yaitu dengan memberikan kepada mereka keleluasaan untuk melakukan segala
sesuatunya secara berbeda. Pelatihan tidak hanya menunjukkan komitmen
perusahaan terhadap karyawan, tetapi juga memastikan bahwa fasilitas akan tetap
dilengkapi dengan orang-orang yang memiliki kualifikasi yang tinggi, yang
secara lebih spesifik telah telah dilatih untuk pekerjaan mereka yang baru.
· Cross Utilization and
Cross Trainning. Dengan adanya orang yang
melakukan pekerjaan ganda, akan memiliki sejumlah keuntungan potensial bagi
perusahaan. Dengan melakukan sesuatu lebih banyak dapat membuat pekerjaan yang
dilakukan lebih menarik. Adanya keragaman dalam pekerjaan mengijinkan adanya
suatu perubahan yang cepat dalam aktivitas, dan secara potensial akan
memberikan perubahan kemampuan karyawan untuk berhubungan dengan sesama.
Masing-masing bentuk keragaman ini dapat membuat kehidupan kerja lebih
menantang
· Symbolic egalitarian.
Salah satu hambatan untuk mendesentralisasikan pengambilan keputusan yaitu
dengan menggunakan self managed team. Perolehan komitmen dan kerjasama
karyawan merupakan suatu simbol yang memisahkan orang yang satu dan yang
lainnya. Sebagai konsekuensinya, bahwa banyak perusahaan terkenal dalam
mencapai keunggulan bersaing melalui SDM dengan sejumlah bentuk egalitarianism.
Egalitarianism yaitu sejumlah cara untuk memberikan tanda bahwa bagi
orang dari dalam perusahaan, maupun orang dari luar perusahaan memiliki
kesamaan komparatif. Dapat dicontokan di sini dengan tidak diberlakukannya
tempat khusus untuk arena parkir. Egalitariarism ini membuat semua
aktivitas dan tindakan berjalan lebih lancar dan lebih mudah, karena tidak
adanya perbedaan status. Dalam konteks ini semua orang adalah sederajat.
· Wage compression,
isu ini sering dipertimbangkan dalam bentuk kompresi hirarkis.Tugas yang saling
tergantung dan memerlukan kerjasama sangat membantu untuk menyelesaikan tugas.
Kompresi bayaran dengan mengurangi kompetisi interpersonal dan meningkatkan
kerjasama pada gilirannya akan mengarah pada efisiensi.
· Promotion from within, yaitu
mendorong pelatihan dan pengembangan keahlian karena tersedianya kesempatan dan
peluang promosi dalam perusahaan bagi para pekerja. Promosi dari dalam
pekerjaan akan memberikan fasilitas desentralisasi, partisipasi dan delegasi
karena hal ini membantu mempromosikan rasa percaya antar tingkatan hirarki,
promosi dari dalam perusahaan, dapat diartikan bahwa supervisor bertanggung
jawab untuk mengkoordinasikan upaya bawahannya. Promosi dari dalam perusahaan
juga menawarkan suatu insentif untuk bekerja lebih baik. Dan memberikan suatu
keadilan serta keleluasaan di tempat kerja. Keuntungan lain yang dapat
diperoleh melalui promosi dari dalam perusahaan adalah dapat memastikan bahwa
orang dalam satu posisi manajemen secara aktual mengetahui sesuatu tentang
bisnis, teknologi dan operasional yang mereka hadapi dan lakukan. Untuk
mencapai keunggulan kompetitif melalui praktik-praktik pengelolaan sumber daya
manusia memerlukan waktu dan proses. Jadi semuanya tidak semudah membalikkan
telapak tangan. Bila tujuan perusahaan telah dicapai, maka keunggulan
kompetitif yang diperoleh melalui sumber daya manusia secara subtansial dapat
bertahan lebih lama, dan lebih sulit diimitasi oleh pesaing.
2.2
Kebijakan dan
Praktek MSDM Dalam Organisasi
2.2.1
Kebijakan dan Praktik Seleksi
Banyak
perusahaan yang ingin memiliki karyawan yang bersahabat dan ramah.
Perusahaan-perusahaan sadar bahwa jauh jauh lebih mudah memeperkerjakan
orang-orang dengan kepribadian yang mereka cari, daripada memilih dengan hanya
berdasarkan kecakapan teknis, dan kemudian berusaha untuk mengubah kepribadian
mereka melalui pelatihan.
Rekrutmen, seleksi dan penempatan merupakan
suatu proses yang akan selalu dilalui oleh tiap perusahaan untuk memperoleh
sumber daya manusia dan menjamin ketersediaan tenaga kerja yang dibutuhkan.
Rekrutmen dilakukan oleh organisasi atau perusahaan untuk mendapatkan calon
tenaga kerja untuk memenuhi kebutuhan sumber daya manusia, yang selanjutnya
akan melalui sejumlah proses seleksi untuk memperoleh tenaga kerja atau sumber
daya manusia yang sesuai dengan kebutuhan.
2.2.1.1 Praktik seleksi.
Tujuan
dari seleksi efektif adalah untuk mensesuaikan karakteristik individual
(kemampuan, pengalaman, dan semacamnya). Dengan persyaratan dalam suatu
pekerjaan. Apabila manajemen gagal untuk mendapatkan memasangkannya secara
benar, baik kinerja maupun kepuasan karyawan akan berkurang.
2.2.1.2
Cara
kerja Proses seleksi
1)
Seleksi
awal
Alat
seleksi awal adalah informasi pertama yang pelamar serahkan dan digunakan
sebagai alat “penyaringan kasar” awal untuk memutuskan apakah pelamar memenuhi
kualifikasi dasar dari pekerjaan yang ditawarkan. Formulir aplikasi (termasuk
surat rekomendasi) merupakan alat seleksi awal. Kita melakukan cek terhadap
latar belakang pelamar sebagai alat seleksi awal atau sebagai alat seleksi
lanjutan, tergantung bagaimana suatu organisasi melakukannya.
a)
Formulir
aplikasi informasi yang dituliskan dalam
formulir aplikasi tidak begitu berguna untuk memprediksi kinerja pelamar. Akan
tetapi formulir aplikasi bisa menjadi alat saring awal yang baik.
Organisasi
harus berhati-hati dalam menyusun pertanyaan yang mereka ajukan dalam lembar
aplikasi. Tentu saja, pertanyaan mengenai ras, gender, dan kebangsaan tidak
disarankan. Tidak diperkenankan untuk menanyakan catatan criminal atau bahkan
tuduhan yang pernah dialamatkan kepada si pelamar kecuali jawabannya terkait
dengan pekerjaan.
b)
Pengecekan
Latar Belakang kebanyakan perusahaan melakukan
pemeriksaan referensi pelamar di dalam proses seleksi karyawan. Alasannya
mereka ingin tahu bagaimana kinerja pelamar di masa lalu dan apakah pengusaha
yang lama itu jarang menyediakan informasi yang mendetail mengenai pelamar.
Mereka takut dituntut bila mengatakan sesuatu yang buruk tentang karyawan lama
mereka.
2)
Seleksi
Substantif
Jika
mampu melewati tahap penyaringan awal, pelamar selanjutnya memasuki metode
seleksi subtantif. Tahap ini merupakan inti dari proses seleksi dan di dalamnya
tercakup tes tertulis, tes kinerja, dan wawancara.
Tes
tertulis, Tes tertulis sering dianggap sebagai tes diskriminatif, dan banyak
organisasi yang menganggapnya tidak terkait dengan pekerjaan. Sekarang lebih
dari 60 persen dari seluruh organisasi di AS dan sebagian besar organisasi yang
termasuk dalam fortune 1000 menggunakan beberapa jenis tes seleksi.
Tes Tertulis
biasanya mencakup:
- Tes kemampuan kognitif atau inteligensi,
- Tes kepribadian,
- Tes integritas, dan
- Kumpulan minat.
Tes
kemampuan intelektual, kemampuan special dan mekanis, kemampuan special dan
mekanis, akurasi persepsi, dan kemampuan motorik terbukti merupakan alat
prediksi yang valid untuk pekerjaan operasional terampil, semi terampil, dan
tidak terampil dalam organisasi industri.
Beberapa
pengusaha juga melakukan pengecekan latar belakang pelamar berdasarkan sejarah kredit atau utang atau
berdasarkan catatan kriminal. Sebuah bank
yang hendak memperkerjakan seorang teller, misalnya, mungkin perlu mengetahui
sejarah kredit atau catatan kriminal para peramal. Oleh karena pemeriksaan seperti
ini sifatnya melanggar privasi,
pengusaha harus yakin betul bahwa hal ini memang diperlukan. Namun demikian
tidak melakukan pemeriksaan juga bisa memiliki dampak hukum.
Penggunaan
tes kepribadian mengalami perkembangan pesat selama dasawarsa yang lampau.
Organisasi menggunakan banyak alat ukur kepribdian lima besar untuk mengambil
keputusan seleksi. Kepribadian yang paling baik dalam memprediksi calon
karyawan dengan kinerja tinggi adalah ketelitian dan konsep diri yang positif.
Tes kepribadian relatif murah dan mudah digunakan , selain juga bisa digunakan.
Sementara
persoalan etis mendapat tempat yang semakin penting di dalam organisasi, tes
integritas mengalami peningkatan popularitas. Tes ini merupakan tes tertulis
yang mengukur factor-faktor seperti keandalan, kehati-hatian, tanggung jawab,
dan kejujuran. Jadi, manajemen kesan seperti ini tidak hanya membantu orang
mendapatkan pekerjaan tetapi juga membantu mereka punya kinerja yang lebih
baik, asalkan kepura-puraan mereka itu tidak termasuk dalam tingkat patologis.
3)
Tes
Simulasi Kinerja
Tes
simulasi kinerja lebih sukar untuk dikembangkan dan lebih sulit untuk dilakukan
daripada tes tertulis, tes simulasi kinerja semakin populer selama beberapa
dasawarsa terakhir. Dikarenakan fakta bahwa tes semacam ini mempunyai
“validitas muka” yang lebih tinggi dibandingkan kebanyakan tes tertulis. Dua
tes simulasi kinerja yang paling terkenal adalah percobaan kerja dan pusat
penilaian.
a) Tes percobaan kerja
(work sample test) merupakan simulasi
turunan dari sebagian atau semua pekerjaan yang harus dilakukan oleh pelamar
jika ia diterima bekerja. Tes percobaan kerja menciptakan tiruan miniatur dsri
pekerjaan untuk mengevaluasi kemampuan kinerja dari kandidat.
b) Tes
simulasi kinerja yang lebih rumit, yang secara khusus dirancang untuk
mengevaluasi potensi manajerial dari kandidat adalah pusat penilaian (assessment centers). Pusat penilaian
merupakan suatu rangkaian tes simulasi potensi manajerial dari kandidat.
4)
Wawancara
Wawancara
karyawan secara tradisional bukanlah merupakan bagian dri proses seleksi.
Keputusan cenderung dibuat seluruhnya berdasarkan skor ujian, pencapaian
skolastik, dan surat rekomendasi.
Wawancara
tidak hanya digunakan secara luas, tetapi juga memiliki bobot besar sebagai
alat pertimbangan. Itu artinya, hasil dari wawancara cenderung memiliki
pengaruh besar terhadap keputusan seleksi.
Dalam
teknik wawancara, para pelamar diminta untuk mendiskripsikan cara mereka
menangani masalah dan situasi yang spesifik pada pekerjaan meraka yang dulu. Hal
ini didasarkan atas asumsi bahwa perilaku di masa lalu dapat menjadi prediktor
terbaik bagi perilaku manusia.
Bukti
menunjukan bahwa wawancara sangat penting untuk menilai kemampuan mental,
tingkat ketelitian, kemampuan antar personal pelamar. Ketika kualitas-kulaitas
ini berhubungan dengan kinerja, validitas wawancara sebagai alat seleksi
meningkat dan bisa menurun.
Dalam
praktiknya, kebanyakan organisasi menggunakan wawancara lebih dari sekedar alat
“prediksi kinerja”. Sebagai tambahan terhadap kecakapan yang relevan dan
spesifik, organisasi melihat karakter kepribadian dari kandidat, harga diri,
dan semacamnya untuk menemukan orang yang sesuai dengan kultur dan citra
organisasi.
5)
Seleksi
Lanjutan
Jika
pelamar lolos metode seleksi substantif, mereka pada dasarnya siap untuk
dipekerjakan, tergantung pemeriksaan terakhir. Salah satu metode lanjutannya
adalah tes narkotika. Namun, tes ini kontroversial. Banyak pelamar berpikir
bahwa tes ini tidak adil karena menurut mereka penggunaan obat-obatan bersifat pribadi
dan mereka seharusnya diperiksa berdasarkan faktor-faktor yang berhubungan
langsung dengan kinerja, bukan berdasarkan gaya hidup.
Pemberi
kerja bisa menjawab pandangan seperti ini dengan menyatakan bahwa pemakaian
narkotika sangat merugikan, tidak hanya dalam pengertian keuangan, tetapi juga
dalam konteks keamanan umum. Selain itu, hukum yang berlaku berpihak pada cara
pandang pemberi kerja tersebut.
6)
Program
Pelatihan dan Pengembangan
Karyawan
yang kompeten tidak akan selamanya kompeten. Keterampilan bisa melemah dan
menjadi usang dan keterampilan baru perlu dipelajari. Inilah alasan banyak
organisasi menghabiskan miliaran dolar setiap tahunnya untuk menyelenggarakan
pelatihan formal.
Program
pelatihan memengaruhi perilaku kerja lewat dua cara menurut keuntungannya,
yaitu:
1) Keuntungan
pertama adalah meningkatkan keterampilan karyawan secara langsung agar mampu
menunaikan pekerjaan. Peningkatan kemampuan dapat memperbaiki potensi karyawan
untuuk berkinerja dalam level yang lebih tinggi.
2) Keuntungan
kedua adalah meningkatkan keyakinan diri karyawan (keyakinan diri/self-efficacy
adalah harapan seseorang bahwa ia mampu menunjukkan perilaku yang dibutuhkan
untuk menghasilkan apa yng diinginkan).
Jenis Pelatihan
1) Kemampuan
dasar membaca
Organisasi
semakin perlu mengajarkan keterampilan membaca dan matematika dasar bagi para
karyawan mereka. Karyawan butuh kecakapan matematis yang lebih untuk bisa
memahami cara kendali peralatan yang bersifat numerik, kemampuan menulis dan
membaca yang lebih baik untuk menginterpretasikan lembar proses kerja,
danketerampilan komunikasi lisan yang lebih baik untuk dapat bekerja dalam tim.
2) Keterampilan
teknis
Sebagian
besar pelatihan yang ada diarahkan untuk mengembangkan dan meningkatkan
keterampilan teknis karyawan.
Pekerjaan
berubah seiring muncul dan berkembangnya teknologi dan metode baru. Sebagai
contoh, banyak personel perbaikan otomatif harus melalui pelatihan yang
ekstensif untuk memperbaiki dan merawat model yang ada sekarang dengan mesin
yang dimonitor komputer, sistem stabilisasi elektronik, GPS, sistem tanpa
kunci, dan inovasi yang lain.
Di
samping itu, pelatihan teknik menjadi semakin penting karena perubahan yang
terjadi di dalam desain organisasi. Saat organisasi membuat strukturnya semakin
rata, memperkenalkan penggunaan tim, dan meminimalkan hambatan antardepartemen,
karyawan perlu menguasai tugas dengan variasi yang lebih luas dan memiliki
pengetahuan yang lebih baik tentang bagaimana organisasi mereka berjalan.
Sebagai contoh, restrukturisasi pekerjaan di Miller Brewing Coo, dengan
memanfaatkan tim telah mendorong manajemen untuk memperkenalkan program
literasi bisnis yang komprehensif untuk membantu karyawan memahami secara lebih
baik kompetensi dan keadaan dalam industri bir, dimana penghasilan peruasahaan
berasal dan bagaimana biaya dikalkulasi dan dimana karyawan berperan di dalam
rantai nilai perusahaan.
3) Keterampilan
antarpersonal
Hampir
semua karyawan merupakan anggota dari suatu unti kerja, dan kinerja mereka
sampai tingkat tertentu bergantung pada kemampuan mereka untuk berinteraksi
secara efektif dengan rekan kerja dan atasan mereka. Beberapa karyawan
mempunyai keterampilan antarpersonal yang sangat baik, tetapi beberapa yang
lain masih membutuhkan pelatihan untuk meningkatkan kemampuan mereka.
Pelatihan
ini mencakup belajar untuk menjadi pendengar yang baik, manjadi pengomunikasi
ide yang lebih jelas, dan menjadi anggota tim yang lebih efektif.
4) Kemampuan
memecahkan masalah
Para
manajer, dan banyak karyawan lain yang melakukan tugas nonrutin, harus
memecahkan masalah dalam pekerjaan mereka. Pelatihan ini bertujuan untuk
mempertajam kemampuan logika mereka, untuk membuat pertimbangan,dan untuk
mendefinisikan masalah, seperti halnya kemampuan mereka untuk memahami hukum
sebab-akibat.
Pelatihan
pemecahan masalah telah menjadi bagian dasar dari hampir semua organisasi untuk
memperkenalkan tim yang mandiri atau mengimplementasikan program manajemen
berkualitas.
Bagaimana dengan
pelatihan etika?
Sebuah
survei mutakhir menemukan bahwa sekitar 75% dari karyawanyang bekerja di 1.000
perusahaan terbesar di AS menerima pelatihan etika. Pelatihan ini mencakup
program orientasi karyawan baru, yang dijadikan sebagai bagian dari program
pelatihan pengembangan yang berkelanjutan, atau yang ditawrkan kepada semua
karyawan sebagai usaha untuk periodik untuk mengingtkan mereka akan
priinsip-pronsip etis. Akan tetapi, masih diragukan apakah etika adalah sesuatu
yang dapat benar-benardiajarkan kepada orang lain.
Kalangan
kritikus beragumen bahwa etika itu didasarkan pada nilai, dan sistem nilai
sudah ditetapkan sejak awal kehidupaan kita. Pada saat pengusaha mempekerjakan
orang, nilai-nilai etis mereka sudah mapan. Para kritikuus tersebut juga
mengatakan bahwa masalah etis tidak bisa secara formal “diajarkan”, tetapi
harus dipelajari berdasarkan contoh.
Pendukung
pelatihan etika berpandangan bahwa nilai bisa dipelajari dan berubah setetlah
masa kanak-kanak. Dan, bahkan jjika nilai-nilai itu tidak bisa berubah,
pelatihan etika akan tetap efektif karena membantu karyawan mengenali berbagai
dilema etis dan menyadari masalah-masalah eis yang mendasari tindakan mereka.
Argumen lain adalah bahwa pelatihan etis mempertegas kembali harapan organisasi
agar anggota-anggitanya bertindak secara etis.
2.3
Metode
Pelatihan
Metode
pelatihan diklasifikasikan menjadi formal atau informal, dan on-the job atau
off-the job.
Secara
historis, pelatihan berarti pelatihan formal. Pelatihan ini direncanakan
sebelumnya dan mempunyai format yang terstuktur rapi. Namun sebagian besar
pelatihan di tempat kerja terdiri atas pelatihan informal-tidak terstruktur,
tidak terencana, dan bisa diadaptasikan dengan mudah pada situasi dan
individunya untuk mengajarkan keterampilan dan membuat karyawan tidak
ketinggalan jaman. Pada kenyataannya, kebanyakan pelatihan informal tidak lain
adalah para karyawan yang saling memberikan bantuan. Mereka saling berbagi
informasi dan memecahkan masalah yang berhubungan dengan pekerjaan.
Pelatihan
on-the job mencakup rotasi kerja, magang, tugas belajar, dan program mentoring
formal. Keberatan utama terhadap pelatihan ini adalah seringkali mengganggu
kerja. Oleh karena itu organisasi menyelenggarakan pelatihan off-the job.
Pelatihan off-the job meliputi menonton video, seminar umum, program belajar
sendiri, kursus internet, kelas televise satelit, dan aktivitas kelompok yang
menggunakan permainan peran dan studi kasus.
Menyesuaikan Pelatihan
Formal agar Sesuai dengan Gaya Belajar Karyawan
Cara
Anda memproses, memperdalam, dan mengingat materi yang baru dan sulit tidak
selalu sama dengan orang lain. Fakta ini berarti bahwa pelatihan formal yang
efektif harus disesuaikan agar mencerminkan gaya belajar dari karyawan.
Misalnya dengan cara membaca, memperhatikan, mendengarkan, dan berpartisipasi.
Beberapa
orang dapat menyerap informasi secara lebih baik ketika mereka membaca.
Orang-orang ini dapat belajar menggunakan computer hanya dengan duduk dan
membaca petunjuknya. Beberapa orang belajar dengan baik melalui obervasi.
Mereka memperhatikan orang lain dan kemudian meniru perilaku yang telah mereka
lihat itu. Beberapa orang belajar
melalui mendengarkan untuk menyerap informasi. Orang-orang ini akan
lebih suka belajar menggunakan computer, misalnya dengan mendengarkan rekaman.
Orang yang lebih suka gaya belajar dengan berpartisipasi, mereka ingin duduk,
menyalakan computer, dan mendapatkan pengalaman langsung dengan praktik.
Gaya
belajar yang berbeda-beda tidak tertutup satu dari yang lain. Jika tahu tipe
yang lebih disukai oleh para karyawan Anda, Anda bisa merancang program pelatihan formal berdasarkan preferensi ini.
Terlalu banyak menggunakan salah satu
tipe mengajar akan menyebabkan individu yang tidak belajar dengan baik pada
gaya belajar lain dirugikan.
2.4
Evaluasi Kinerja (Evaluasi Performance)
2.4.1
Efektifness
Organisasi dan Efektifness Kebijakan Dan Praktek MSDM
Sebuah organisasi yang betul-betul efektif
adalah organisasi yang mampu menciptakan suasana kerja di mana para pekerja
tidak hanya melaksanakan pekerjaan yang telah dibebankan saja tetapi juga
membuat suasana supaya para pekerja lebih bertanggung jawab, bertindak secara
kreatif demi peningkatan efisiensi dalam usaha mencapai tujuan. the conception
of effectiveness depends on how the organization is viewed tiga pendekatan
dalam memahami efektivitas menurut Steers (1985) adalah pendekatan tujuan
(the goal optimization approach), pendekatan sistem (sistem theory
approach), dan pendekatan kepuasan partisipasi (participant
satisfaction model).
- Pendekatan Tujuan. Suatu organisasi berlangsung dalam upaya mencapai suatu tujuan. Oleh karena itu, dalam pendekatan ini efektivitas dipandang sebagai goal attainment/goal optimization atau pencapaian sasaran dari upaya bersama. Derajat pencapaian sasaran menunjukkan derajat efektivitas. Suatu program dikatakan efektif jika tujuan akhir program tercapai. Dengan perkataan lain, pencapaian tujuan merupakan indikator utama dalam menilai efektivitas.
- Pendekatan Sistem. Pendekatan ini memandang efektivitas sebagai kemampuan organisasi dalam mendayagunakan segenap potensi lingkungan serta memfungsikan semua unsur yang terlibat. Efektivitas diukur dengan meninjau sejauh mana berfungsinya unsur-unsur dalam sistem untuk mencapai tujuan.
- Pendekatan Kepuasan Partisipasi. Dalam pendekatan ini, individu partisipan ditempatkan sebagai acuan utama dalam menilai efektivitas. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa keberadaan organisasi ditentukan oleh kualitas partisipasi kerja individu. Selain itu, motif individu dalam suatu organisasi merupakan faktor yang sangat menentukan kualitas partisipasi. Sehingga, kepuasan individu menjadi hal yang penting dalam mengukur efektivitas organisasi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas
organisasi adalah (1) Adanya tujuan yang jelas, (2) Struktur organisasi. (3)
Adanya dukungan atau partisipasi masyarakat, (4) Adanya sistem nilai yang
dianut. Organisasi akan berjalan terarah jika memiliki tujuan yang jelas.
Adanya tujuan akan memberikan motivasi untuk melaksanakan tugas dan tanggung
jawabnya. Selanjutnya tujuan organisasi mencakup beberapa fungsi diantaranya
yaitu memberikan pengarahan dengan cara menggambarkan keadaan yang akan datang
yang senantiasa dikejar dan diwujudkan oleh organisasi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi organisasi
harus diperhatian untuk mewujudkan suatu efektivitas. Richard M Steers
menyebutkan empat faktor yang mempengaruhi efektivitas, yaitu:
1. Karakteristik
Organisasi adalah hubungan yang sifatnya relatif tetap seperti susunan sumber
daya manusia yang terdapat dalam organisasi. Struktur merupakan cara yang unik
menempatkan manusia dalam rangka menciptakan sebuah organisasi. Dalam struktur,
manusia ditempatkan sebagai bagian dari suatu hubungan yang relatif tetap yang
akan menentukan pola interaksi dan tingkah laku yang berorientasi pada tugas.
2. Karakteristik
Lingkungan, mencakup dua aspek. Aspek pertama adalah lingkungan ekstern yaitu
lingkungan yang berada di luar batas organisasi dan sangat berpengaruh terhadap
organisasi, terutama dalam pembuatan keputusan dan pengambilan tindakan. Aspek
kedua adalah lingkungan intern yang dikenal sebagai iklim organisasi yaitu
lingkungan yang secara keseluruhan dalam lingkungan organisasi.
3. Karakteristik
Pekerja merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap efektivitas. Di dalam
diri setiap individu akan ditemukan banyak perbedaan, akan tetapi kesadaran
individu akan perbedaan itu sangat penting dalam upaya mencapai tujuan
organisasi. Jadi apabila suatu rganisasi menginginkan keberhasilan, organisasi
tersebut harus dapat mengintegrasikan tujuan individu dengan tujuan organisasi.
4. Karakteristik
Manajemen adalah strategi dan mekanisme kerja yang dirancang untuk
mengkondisikan semua hal yang di dalam organisasi sehingga efektivitas
tercapai. Kebijakan dan praktek manajemen merupakan alat bagi pimpinan untuk
mengarahkan setiap kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi. Dalam
melaksanakan kebijakan dan praktek manajemen harus memperhatikan manusia, tidak
hanya mementingkan strategi dan mekanisme kerja saja. Mekanisme ini meliputi
penyusunan tujuan strategis, pencarian dan pemanfaatan atas sumber daya,
penciptaan lingkungan prestasi, proses komunikasi, kepemimpinan dan pengambilan
keputusan, serta adaptasi terhadap perubahan lingkungan inovasi organisasi.
2.4.2
Faktor-Faktor yang
Menunjang Efektivitas
Kebijakan dan praktek MSDM secara umum
dikatakan efektif bila kebijakan dan praktek yang berlangsung dapat mendukung
tercapainya tujuan organisasi, secara spesifik, Kebijakan dan Praktek
MSDM di dalam organisasi atau perusahaan dapat dikatakan efektif dengan menilai
melalui sejumlah hal berikut yaitu; Sejauh mana kebijakan-kebijakan SDM yang
ada menunjang sasaran dan strategi SDM? Sejauh mana keterkaitan terapan
kebijakan dan praktek-praktek SDM dengan hasil (HR outcomes)? Apakah
kinerja karyawan meningkat? Absentism menurun? Orientasi karyawan pada
pelanggan meningkat? Apakah Pendelegasian wewenang pengambilan keputusan
berjalan efektif?.
2.4.3
Tujuan Evaluasi dan
Apa yang Dievaluasi
Evaluasi performance dilakukan dengan beberapa tujuan diantaranya
adalah:
- untuk membantu manajemen dalam membuat keputusan-keputusan umum terkait sumber daya manusia seperti promosi, transfer, dan terminasi
- mengidentifikasi kebutuhan traning dan pengembangan SDM
- sebagai kriteria untuk menilai/memvalidasi seleksi dan program pengembangan yang dilaksanakan.
- Sebagai feedback bagi karyawan itu sendiri, yaitu sebagai penilaian bagi performansi individu yang terkait mengenai bagaimana organisasi melihat kinerja mereka.
- Sebagai dasar penilaian reward, dalam hal ini membantu dalam memutuskan siapa yang akan mendapatkan penghargaan atas prestasi kerja yang diraih.
Penilaian terhadap performansi melalui sejumlah kriteria
mempengaruhi perilaku dan apa yang dikerjakan oleh karyawan. Beberapa kriteria
yang populer[13]
dalam menilai performansi adalah:
- Individual task outcome
- Perilaku
- Traits
2.4.4
Metode evaluasi
performance
Beberapa
teknik yang dapat digunakan untuk mengevaluasi performance adalah:
- Essai tertulis
- Critical incidents
- Graphic Rating scale
- Behaviorally anchored rating scale
- Forced comparison
2.5
Isu Tentang Kebijakan Sumber
Daya Manusia
2.5.1
Keterkaitan antara
individu dalam organisasi dengan kebijakan dan praktek MSDM
Kebijakan dan praktek MSDM dalam suatu
organisasi dapat diartikan secara berbeda-beda oleh tiap individu dalam
organisasi tersebut. the messages imparted often are understood quite
idiosyncratically;that is,two employees may read the same practice differently(Guzzo.,
Noonan:1994). Hal ini disebabkan adanya interpretasi yang berbeda-beda dari
tiap individu terhadap suatu kebijakan perusahaan atau organisasi yang akan
memperngaruhi terhadap praktek MSDMnya. the interpretations employees do
make of HR Practices(Guzzo., Noonan:1994). Scheneider dan colleages dalam
penelitiannya atas persepsi karyawan terhadap event, praktek dan prosedur
kerja, menemukan bahwa praktek HR sangat terkait dengan interpretasi karyawan. HR
Practices(selection,training,performance appraisal,pay, and benefits) were
among the organizational practices most strongly related to interpretations of
the climate for customer service(Guzzo., Noonan:1994).
Interpretasi karyawan terhadap suatu
kebijakan dapat dipelihara dengan memberikan penjelasan yang jelas terhadap
anggota organisasi(karyawan) pada awal diperkenalnya suatu organisasi
dan kebijakannya, hal ini untuk menjaga agar expectation dari karyawan
tetap pada tataran realistic. Harapan yang reastik membantu mempertahankan
persepsi yang baik dari karyawan terhadap suatu kebijakan, lebih jauh lagi akan
mempengaruhi interpretasi karyawan tersebut terhadap suatu kebijakan MSDM dan
akan mempengaruhi perilaku dari karyawan tersebut seperti tingkat tidakhadiran,
kinerja, orientasi karyawan,dan turn over.
2.5.2
Kesetaraan
Kesempatan Bekerja atau Equal
Employment Opportunity (EEO)
Salah satu isu terkait kebijakan dan praktek
MSDM adalah mengenai kesetaraan kesempatan kerja atau Equal Employment
Opportunity (EEO). kesetaraan kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan
berarti kesempatan yang sama bagi setiap individu untuk menempati jabatan atau
pekerjaan tertentu tanpa memandang jenis kelamin atau gender, maupun kekurangan
fisik dan perbedaan agama, kepercayaan dan etnis. Equal employment
opportunity adalah the equal right of all citizens to the opportunity
to obtain employment regardless of their gender, age, race, country of origin,
religion, or disabilities. Kesetaraan kesempatan bekerja ini adalah konsep
yang luas yang menunjukkan bahwa setiap orang harus mendapat perlakuan yang
sama pada semua tindakan yang berhubungan dengan pekerjaan. Kesetaraan dan
keadilan gender dalam pekerjaan dapat terlaksana dengan dihapuskannya
diskriminasi dalam pekerjaan, dan perolehan hak serta perlakuan yang sama dalam
bekerja.
Persamaan kesempatan dalam bekerja dan
memperoleh pekerjaan ini, tercantum juga dalam konvensi ILO, Discrimination
(Employment and Occupation) Convention No.111, Concerning
Discrimination In Respect of Employment and Occupation yang ditetapkan
tanggal 25 juni 1958 dan diberlakukan 15 Juni 1960. Konvensi ini berisi 8
artikel yang berisi tentang diskriminasi dalam pekerjaan, yang menegaskan bahwa
istilah ”diskriminasi” meliputi setiap pembedaan, pengecualian atau pengutamaan
atas dasar ras, warna kulit, jenis kelamin, agama, keyakinan politik,
kebangsaan atau asal-usul sosial yang berakibat meniadakan dan mengurangi
persamaan kesempatan; juga menegaskan bahwa untuk tujuan Konvensi ini, istilah
pekerjaan dan jabatan meliputi juga kesempatan mengikuti pelatihan
keterampilan, memperoleh pekerjaan dan jabatan tertentu dan syarat-syarat
kondisi kerja. Indonesia telah meratifikasi Konvensi ini melalui
Undang-Undang No. 21 Tahun 1999 tentang Pengesahan ILO Convention No.111
Concerning Discrimination In Respect of Employment and Occupation
(Konvensi ILO mengenai diskriminasi dalam pekerjaan dan jabatan). Sejalan
dengan Konvensi ILO no.111 tahun 1958, pada tahun 1957 telah dikeluarkan
kesepakatan untuk pengupahan yang sama bagi laki-laki dan perempuan melalui
Konvensi ILO no.100 mengenai Pengupahan Bagi Laki-Laki Dan Wanita Untuk
Pekerjaan Yang Sama Nilainya, yang juga telah diratifikasi ke dalam
Undang-Undang no. 80 tahun 1957 tentang Persetujuan Konvensi ILO no.100. Sejak
diratifikasinya kedua Konvensi ini berarti negara Indonesia telah menyetujui
dan mengesahkan hasil dari Konvensi dan memberlakukannya sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, di samping itu setiap negara yang telah
meratifikasi konvensi ILO harus menjalankan isi Konvensi tersebut bersama-sama
dengan ILO sendiri; sehingga disusunlah suatu guideline untuk
pelaksanaan persamaan kesempatan bekerja (EEO) di Indonesia,
hal ini dimaksudkan agar organisasi-organisasi dan perusahaan di Indonesia
memiliki arah dan pedoman untuk melaksanakan persamaan kesempatan bekerja
(EEO) sesuai dengan prinsip-prinsip EEO. Prinsip EEO yang utama yaitu
“a fair chance for everyone at work”, dimana
setiap orang harus memiliki akses yang equal, dan dalam
pekerjaan setiap orang harus memiliki kesempatan yang equal untuk
memperoleh training dan promosi serta kondisi kerja yang fair. EEO
tidak mengasumsikan bahwa setiap orang memiliki kemampuan yang sama,
kualifikasi yang sama dan pengalaman yang sama tetapi bertujuan memberikan
setiap orang kesempatan yang sama (equal chance) untuk menggunakan dan
mengeluarkan seluruh bakat dan kemampuannya.
BAB III
KESIMPULAN
SDM
merupakan bagian proses perencanaan strategis dan menjadi bagian pengembangan
kebijakan dan praktek organisasi. sebagai sumber daya yang penting, sumber daya
manusia perlu mendapatkan perhatian dan pengelolaan melalui suatu ilmu
pengelolaan atau manajeman yang dikenal sebagai manajemen sumber daya manusia.
Manajemen Sumber Daya Manusia didasari pada suatu konsep bahwa setiap
karyawan adalah manusia, bukan mesin, dan bukan semata menjadi sumber daya
bisnis.
Banyak
perusahaan yang ingin memiliki karyawan yang bersahabat dan ramah. Perusahaan-perusahaan
sadar bahwa jauh lebih mudah memeperkerjakan orang-orang dengan kepribadian
yang mereka cari, daripada memilih dengan hanya berdasarkan kecakapan teknis,
dan kemudian berusaha untuk mengubah kepribadian mereka melalui pelatihan.
Pekerjaan berubah seiring muncul
dan berkembangnya teknologi dan metode baru. Sebagai contoh, banyak personel
perbaikan otomatif harus melalui pelatihan yang ekstensif untuk memperbaiki dan
merawat model yang ada sekarang dengan mesin yang dimonitor komputer, sistem
stabilisasi elektronik, GPS, sistem tanpa kunci, dan inovasi yang lain.
Kemampuan special dan
mekanis, akurasi persepsi, dan kemampuan motorik terbukti merupakan alat
prediksi yang valid untuk pekerjaan operasional terampil, semi terampil, dan
tidak terampil dalam organisasi industri.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi efektivitas organisasi adalah (1) Adanya tujuan yang jelas,
(2) Struktur organisasi. (3) Adanya dukungan atau partisipasi masyarakat, (4)
Adanya sistem nilai yang dianut. Organisasi akan berjalan terarah jika memiliki
tujuan yang jelas.
Salah
satu isu terkait kebijakan dan praktek MSDM adalah mengenai kesetaraan
kesempatan kerja atau Equal Employment Opportunity (EEO). kesetaraan
kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan berarti kesempatan yang sama bagi setiap
individu untuk menempati jabatan atau pekerjaan tertentu tanpa memandang jenis
kelamin atau gender, maupun kekurangan fisik dan perbedaan agama, kepercayaan
dan etnis.
Terimakasih makalahnya, membantu sekali.
BalasHapusWww.timsuksespaytren.com/rinobaskoro
wa 082122139476
Terima Kasih Yah izin copas buat tugas membantu sekali
BalasHapusTerima kasih,, sangat membantu tuk penyelesaian tugas saya.
BalasHapusterima kasih ya. izin copas ya buat tugas. sangat membantu sekali
BalasHapusterimakasih ,.,.,
BalasHapus