Sabtu, 05 Mei 2012

KEBERHASILAN BANK MANDIRI DALAM MENJALANKAN INTERNALISASI ETIKA BISNIS DALAM BUDAYA PERUSAHAAN

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.       Latar Belakang Masalah
Pada era ini, makin banyak perusahaan yang menyadari bagaimana pentingnya suatu nilai-nilai yang sekaligus akan membentuk budaya perusahaan ke depan.
Budaya perusahaan (corporate culture) terkait dengan tantangan perubahan zaman dan bisnis, merupakan dimensi yang tak bisa ditunda dan ditawar lagi urgensi kebutuhannya. Berbagai penelitian dan temuan membuktikan, pendekatan budaya perusahaan yang memadai bukan hanya membuat perusahaan menapak tahap “good”, tapi bahkan “great” dalam proses dan dinamika perkembangannya.
Uraian di atas merupakan pintu masuk bagi kita untuk lebih serius memperhatikan dinamika implementasi budaya perusahaan di aras mikro
Nilai-nilai perusahaan sama sekali belum bisa disebut sebagai budaya perusahaan. Mengapa? Secara sederhana dan kontekstual budaya perusahaan didefinisikan sebagai serangkaian nilai (perusahaan) yang muncul dalam bentuk perilaku kolektif korporasi dan anggota organisasinya. Jadi, selama nilai-nilai perusahaan belum diejawantahkan dalam perilaku bersama anggotanya, ia belum menjadi budaya perusahaan. Kesalahkaprahan inilah yang menimbulkan fenomena menarik: berbagai nilai perusahaan beserta segenap visi-misinya selalu dikeluhkan hanya teori dan slogan.
Dari tinjauan proses, kesalahkaprahan itu terjadi lantaran perusahaan hanya terfokus dan berhenti pada tahap sosialisasi budaya perusahaan. Berbagai program dan konsep budaya perusahaan digelar, tetapi semuanya bersifat sosialisasi. Padahal, ada satu tahap lagi yang jauh lebih penting: internalisasi. Secara metodologis, tahapan ini dapat dicapai jika budaya perusahaan bisa diukur (measurable).
Pada tahap internalisasi inilah budaya perusahaan perlu dikelola. Jadi, terminologi budaya perusahaan itu sendiri harus dilengkapi, menjadi Corporate Culture Management (CCM). Alhasil, budaya perusahaan memerlukan seni dan teknik manajemen tersendiri. Jika visi, misi dan nilai-nilai sudah dibuat dan disosialisasi, serta istilah budaya perusahaan telah digembor-gemborkan, bukan berarti pekerjaan sudah selesai. Bila kesalahkaprahan ingin diluruskan, budaya perusahaan harus dikelola, dan CCM harus mengambil tempat serta perannya.
Oleh karena itu penulis membuat makalah tentang “Keberhasilan Dalam Menjalankan Internalisasi Etika Bisnis Dalam Budaya Perusahaan”.

1.2.       Rumusan  Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dibuat, penulis merumuskan beberapa pokok permasalahan yaitu:
1.2.1             Bagaimana konsep dasar budaya perusahaan dalam etika bisnis?
1.2.2             Bagaiman konsep dasar proses membangun dan memelihara budaya perusahaan?
1.2.3              Bagaimana analisis keberhasilan Bank Mandiri dalam menjalankan internalisasi etika bisnis dalam budaya perusahaan?


1.3.       Tujuan dan Ruang Lingkup Pembahasan
Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.3.1             Untuk mengetahui konsep dasar budaya perusahaan dalam etika bisnis.
1.3.2             Untuk mengetahui konsep dasar proses membangun dan memelihara budaya perusahaan.
1.3.3             Untuk mengetahui analisis keberhasilan Bank Mandiri dalam menjalankan internalisasi etika bisnis dalam budaya perusahaan.
Ruang lingkup dari pembahasan masalah dalam makalah ini adalah penerapan internalisasi etika bisnis dalam budaya perusahaan sebagai upaya untuk bertujuan untuk menggugah dan memberikan inspirasi kepada upaya perbaikan secara terus menerus dalam pengelolaan perusahaan yang sehat dan bermartabat di Indonesia.




1.4         Difinisi Operational
Internalisasi merupakan proses panjang sejak seorang individu dilahirkan, sampai ia meninggal, di mana ia belajar menanamkan dalam kepribadiannya segala perasaan, hasrat, nafsu, serta emosi yang diperlukannya sepanjang hidupnya.
Proses internalisasi merupakan prose belajar dari diri sendiri sedangkan proses sosialisai adalah proses belajar dari orang lain, dan antara keduanya sama sama dipelajari dari awal saat ia dilahirkan hingga ia hampir meninggal.

.

BAB II
LANDASAN TEORITIS

2.1              Teori Etika Bisnis
Menurut Pratikto (2009: 23) etika bisnis, merupakan kombinasi dari dua kata, yaitu ‘etika’ dan ‘bisnis’. Istilah etika dapat diartikan sebagai suatu perbuatan standar  yang mengarahkan individu dalam membuat keputusan. Keputusan etika adalah suatu hal yang benar mengenai perilaku standar. Etika juga berarti keputusan tentang apa yang seharusnya dan tidak seharusnya kita lakukan, apa yang kita lakukan itu baik atau buruk, benar atau salah, bijak atau jahat, terpuji atau tercela, reward atau hukuman, dan sebagainya. Bisnis dapat diartikan sebagai suatu kegiatan usaha individu yang terorganisasi untuk menghasilkan dan menjual barang dan jasa guna memperoleh keuntungan dengan cara memenuhi kebutuhan masyarakat.
Corporate Governance merupakan proses dan struktur yang digunakan untuk mengarahkan dan mengelola bisnis serta urusan-urusan perusahaan, dalam rangka meningkatkan kemakmuran bisnis dan akuntabilitas perusahaan, dengan tujuan utama mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang, dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholders yang lain.(Malaysian Finance Committee on Corporate Governance February 1999).
Corporate Governance adalah seperangkat peraturan yang menetapkan hubungan antara pemegang saham, pengurus, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya sehubungan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan. (Forum for Corporate Governance in Indonesia / FCGI).



BAB III
KAJIAN EMPIRIK


3.1         Latar Belakang Kasus
Perubahan lingkungan yang begitu cepat menuntut organisasi untuk mengambil langkah strategis agar organisasi dapat terus berkembang dengan baik sesuai dengan perubahan yang terjadi. Perubahan untuk menjadi lebih baik, tidak akan terlepas dari sejumlah tantangan yang akan terus menghadang, apalagi di era yang penuh dengan persaingan dan ketidakpastian. Berdasarkan konsep persaingan berbasis waktu maka siapa yang cepat dia yang menang, baik lebih cepat dalam menawarkan produk baru dari pesaingnya (fast to market) maupun kecepatan merespon permintaan pelanggan terhadap produk yang telah ada (fast to product). Oleh karena itu organisasi yang ingin terus berkembang harus merespon dengan cepat tantangan-tantangan yang ada.
Tingkat persaingan yang tinggi harus dihadapi perusahaan dengan kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang dapat membedakan dengan pesaingnya. Dengan adanya perbedaan tersebut berarti perusahaan telah memiliki keunggulan kompetitif. Namun, tujuan dari organisasi seharusnya tidak hanya sampai pada keunggulan kompetitif saja tetapi keunggulan kompetitif tersebut sifatnya berkelanjutan atau tidak hanya sementara sehingga dikatakan perusahaan memiliki keunggulaan kompetitif yang berkelanjutan.
Untuk membentuk Keunggulan yang kompetitif, maka semua komponen dalam perusahaan harus melakukan kerja keras dan kreativitas ekstra agar mampu menjawab tantangan usaha ini, yaitu dengan salah satu cara membentuk dan melakukan proses internalisasi budaya perusahaan yang kuat dan sehat kepada seluruh insan perusahaan.
Satu dekade terakhir merupakan masa keemasan yang signifikan bagi Bank Mandiri. Pertumbuhan perusahaan yang kian pesat menjadikan Bank plat merah ini sebagai salah satu bank terbesar di tanah air.
Kesuksesan tersebut terlihat dari laba bersih yang naik dari 38,3 persen YoY menjadi Rp6,389 triliun, Non Performing Loan (NPL) Gross dan Netto turun menjadi 2,19 persen dan 0,58 persen, pertumbuhan aset sebesar Rp370,8 triliun, atau naik 7,7 persen YoY, serta total penyaluran kredit meningkat dari Rp106,7 triliun per 31 Desember 2005 menjadi Rp230,1 triliun per 30 September 2010. Sedangkan dari segi kepuasan nasabah, tahun lalu, bank Mandiri memperoleh peringkat pertama Service Quality Award kategori Regular Banking Services serta peringkat dua untuk Priority Banking Services tahun 2010 dari CARRE dan Majalah Marketing.
Kesuksesan Bank Mandiri itu tidak lain karena peran serta seluruh manajemen yang dikomandani oleh Zulkifli Zaini selaku Direktur Utama. Peraih gelar master of business administration (MBA) bidang keuangan dari Universitas Washington, AS, ini mengungkapkan kunci kesuksesannya membawahi Bank Mandiri adalah kepemimpinan yang fokus kepada improvement di 4P (People, Product, Process, &Place).
Teamwork yang solid dan komunikasi yang efektif sehingga pesan dari manajemen dapat diterima dengan jelas oleh seluruh insan Bank Mandiri serta Service brand yang baik akan meningkatkan pertumbuhan bisnis dari bertambahnyashare of wallet dan repetitive transaction dari nasabah loyal/existing. Sedangkan bagi calon nasabah, service brand yang baik tentunya akan menjadi daya tarik yang sangat kuat. Dengan demikian, service excellence dapat menjadi competitive advantage untuk pertumbuhan bisnis di Bank Mandiri.
Bank Mandiri berkomitmen membangun hubungan jangka panjang yang didasari atas kepercayaan, baik dengan nasabah bisnis maupun perseorangan dan melayani seluruh nasabah dengan standar layanan internasional melalui penyediaan solusi keuangan yang inovatif serta ingin dikenal sebagai bank yang konsisten memberikan layanan yang sempurna. Oleh karena itu, komitmen Bank Mandiri jelas, bahwa service merupakan bagian dari budaya perusahaan khususnya profesionalisme, customer focus, dan excellence.
Dunia  perbankan Indonesia kembali dilanda kredit bermasalah. Berdasarkan audit BPK, setidaknya 24 kredit yang disalurkan Bank Mandiri senilai Rp2 triliun lebih macet. Pengucuran kredit tersebut diduga diwarnai kolusi antara pejabat Bank Mandiri dan debitur. Hal ini terindikasi dari adanya permohonan kredit yang semula dinyatakan tidak layak, namun kredit tetap dikucurkan. Oleh karena itu, pemeriksaan terhadap direksi Bank Mandiri dimaksudkan untuk menguak keterlibatan mereka dalam pengucuran kredit tersebut.Sebenarnya skandal Bank Mandiri hanya sebagian kecil dari segudang kasus kredit macet yang terjadi di lembaga perbankan Indonesia. Masih banyak konglomerat menikmati fasilitas kredit, baik yang dikucurkan karena KKN atau kroniisme yang jumlahnya boleh jadi melebihi kredit Bank Mandiri.
Kita patut prihatin melihat tingginya angka kredit macet di Indonesia. Yang lebih memprihatinkan lagi, dari sejumlah kasus kredit macet tersebut, sebagian besar yakni sekitar 60-70%, diderita bank pemerintah.
Berbagai upaya telah ditempuh  pemerintah untuk menekan kuantitas kredit macet di lembaga perbankan. Pemerintah pernah membentuk Tim Supervisi Kredit Bermasalah Bank Pemerintah guna memantau penyelesaian kredit macet. Kemudian diluncurkan program sistem informasi kredit (SIK) antarbank untuk mengetahui nasabah (debitur) yang mempunyai catatan buruk karena pernah memacetkan kredit.
Manakala langkah preventif mengalami kebuntuan dalam menyelesaikan kredit macet, ditempuhlah upaya represif yaitu diselesaikan melalui pengadilan. Upaya tersebut dilakukan mengingat pengadilan merupakan benteng terakhir bagi setiap orang untuk menyelesaikan segala persoalan, termasuk kredit macet.
Sebelum ditempuh jalur pengadilan, biasanya bank mencoba mengupayakan penyelesaian secara musyawarah dengan melakukan rescheduling, reconditioning, dan restructuring terhadap perusahaan (debitur) penunggak kredit. Apabila upaya tersebut tidak juga berhasil, tidak tertutup kemungkinan diselesaikan melalui jalur hukum dengan melibatkan institusi pengadilan.


3.2              Rumusan Masalah Empiris
3.2.1        Apa saja ukuran tingkat keberhasilan Bank Mandiri?
3.2.2        Bagaimana analisis keberhasilan Bank Mandiri dalam menjalankan internalisasi etika bisnis dalam budaya perusahaan?




BAB IV
PEMBAHASAN

4.1              Konsep dasar budaya perusahaan dalam etika bisnis
4.1.1        Definisi Budaya Perusahaan
Budaya perusahaan merupakan bagian dari kajian budaya organisasi. Budaya adalah falsafah, ideology, nilai-nilai, anggapan, keyakinan, harapan, sikap dan norma yang dimiliki bersama dan mengikat suatu masyarakat. Menurut Kilmann, Saxton, & Serpa, (1986) culture: the shared philosophies, ideologies, values, assumptions, bekiefs, expectations, attitudes, and norms that knit a community together.
Budaya organisasi adalah gaya dan cara hidup organisasi yang merupakan pencerminan dari nilai-nilai atau kepercayaan yang selama ini dianut oleh seluruh anggota organisasi.
Budaya perusahaan merupakan cara berpikir dan melakukan sesuatu yang mentradisi, yang dianut oleh semua anggota organisasi dan para anggota baru harus mempelajari artau menerima sebagian agar diterima di dalm perusahaan.
4.1.1.1  Dimensi Nilai-nilai Budaya Perusahaan
Terdapat 7(tujuh) dari dimensi nilai-nilai yang berlaku dalam budaya organisasi/perusahaan yang dikemukakan oleh O’Reilly (dalam Robbins, 2003; dalam Chuang, Chuarch, dan Zikic, 2004; dalam Tepecci, 2001), yaitu:
1)        Inovasi dan pengambilan resiko, yaitu derajat dorongan kepada pekerja untuk menjadi inovatif dan berani mengambil resiko.
2)        Perhatian pada detail, yaitu derajat harapan kepada pekerja untuk menunjukkan keakuratan, analisis, dan perhatian secara mendetail.
3)        Orientasi pada luaran (outcome), yaitu derajat focus manajemen terhadap hasil-hasil yang dapat dicapai dengan teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil-hasil tersebut.
4)        Orientasi pada manusia, yaitu derajat keputusan manajemen untuk pertimbangan akibat dari pencapaian luaran terhadap warga organisasi.
5)        Orientasi pada tim, yaitu derajat aktivitas kerja ang diorganisasikan berdasarkan kelompok-kelompok dibandingkan dilakukan secara individual.
6)        Agresivias, yaitu derajat kecekatan dan tingkat kompetitif yang dimiliki dan dilakukan oleh masing-masing individu.
7)        Stabilitas, yaitu derajat aktivitas organisasi yang menekankan penjagaan dari gejolak.
Dari ketujuh dimensi tersebut, budaya organisasi dapat dibagi menjadi tiga kategori yang dinmakan profil budaya organisasi (organization culture profile). Ketiga kategori tersebut (Rosseau, 1992) meliputi: (1) nilai-nilai tugas pekerjaan (work task values), (2) nilai-nilai hubungan antar personal (interpersonal relationship values), dan (3) nilai-nilai perilaku individu (individual behavior values).
Sedangkan Goffee dan Jones mengkategorikan budaya organisasi menjadi dua deimensi, yakni sosiabilitas (sociability) dan solidaritas (solidarity).
Dengan menggunakan pengklasifikasian dari Despanday dan Farley budya organisasi dapat dikategorikan menjadi empat ragam, yaitu: (1) budaya kompetitif (competitife culture), (2) budaya kewirausahaan (enterpreneural culture), (3) budaya birokratik (bureaucratic culture), dan (4) budaya consensus (consensual culture).
4.1.1.2       Peranan Budaya Perusahaan
Menurut Nimran (2006) perana budaya perusahaan meliputi:
1)        Membantu menciptakan rasa memiliki jati diri bagi anggota(karyawan)
2)        Dapat dipakai untuk mengembangkan komitmen pribadi dengan perusahaan.
3)        Membantu stabilisasi perusahaan sebagai suatu system sosial.
4)        Menayjikan pedoman perilaku sebagai hasil dari norma-norma perilaku yang sudah terbentuk.
Sedangkan terkait hubungan budaya perusahaan dengan kinerja perusahaan, dinyatakan bahwa budaya perusahaan:
1)        Membantu memberikan dampak yang bermakna pada kinerja ekonomis jangka panjang.
2)        Menjadi faktor yang semakin penting sebagai penentu keberhasilan dan kegagalan perusahaan di masa-masa mendatang.
3)        Budaya perusahaan dapat dibuat supaya lebih menunjang kinerja.
Sepuluh kinerja yang menggambarkan esensi budaya organisasi, menurut Dharma, 2004:
1)        Identitas anggota, dimana karyawan lebih mengidenifikasi organisasi secara menyeluruh;
2)        Penekanan kelompok, dimana aktifitas tugas lebih diorganisir untuk seluruh kelompok dari pada individu;
3)        Focus orang, dimana keputusan manajemen memperhatikan dampak luaran yang dihasilkan oleh karyawan dalam organisasi;
4)        Penyatuan unit, dimana unit-unit dalam organisasi didorong agar berfungsi dengan cara yang terkoordinasi atau bebas;
5)        Pengendalian, dimana peraturan, regulasi dan pengendalian langsung digunakan untuk mengawasi dan mengendalikan karyawan;
6)        Toleransi resiko, dimana pekerja didorong untuk agresif,  kreatif, inovatif dan mau mengambil resiko;
7)        Kriteria ganjaran, dimana ganjaran seperti peringatan, pembayaran dan promosi lebih dialokasikan menurut kinerja karyawan dari pada senioritaas, favoritism atau faktor non-kinerja lainnya;
8)        Toleransi konflik, dimana karyawan didorong dan diarahkan untuk menunjukkan konflik dan kritik secara terbuka;
9)        Orientasi sarana tujuan, dimana manajemen lebih terfokus pada hasil atau luaran dari pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai luaran tersebut;
10)    Fokus pada system terbuka, dimana organisasi memonitor dan merespons perubahan dalam lingkungan eksternal.
4.1.1.3       Tingkatan dan Ciri-ciri Budaya Organisasi
Pada tingkatan teratas, budaya organisasi akan terwujud sebagai fenomena yang dapat dilihat, didengar dan dirasakan ketika seseorang/individu berinteraksi dengan suatu organisasi. Dalam hal ini budaya organisasi relative lebih mudah diidentifikasi. Nimran (2006), membagi budaya organisasi menjadi tiga tingkatan, yaitu:
1)        Budaya yang dapat diamati (observasi culture);
2)        Nilai-nilai yang dipegang bersama (shared values), dan
3)        Asumsi-asumsi umum yang berlaku (common assumptions).
Lewis (1992) seperti dikutip Jalal, (2000) mengelempokkan budaya organisasi pada empat tingkatan:
1)        Simbol-simbol, terdiri dari logo, slogan, upacara-upacara, cerita-cerita yang sering disampaikan orang-orang dalam organisasi tersebut, cara kerja sehari-hari, pemegang kekuasaan dan criteria ysng dipapkai untuk menyingkirkan, mengangkat, dan menghargai anggotanya.
2)        Proses merupakan metode organisasi untuk melakukan tugasnya, seperti jalur pertanggungjawaban, desain pekerjaan, strategi manajemen dalam mengambil keputusan, jalur komunikasi resmi, dan peraturan-peraturan dalam pertemuan.
3)        Format merupakan  benda-benda yang bisa langsung diobservasi seperti desain bangunan, tata letak ruang, furniture, dokumen resmi, dan pidota-pidato.
4)        Perilaku merupakan manifes symbol-simbol, proses dan format yang ada di organisasi.
Nilai-nilai dalam budaya organisasi terdiri dari kepercayaan(beliefts) dan nila-nilai(values). Kepercayaan merupakan asumsi yang dipercayai sebagai anggota organisasi, tentang peran organisasi itu sendiri dalam lingkungannya, dan peran anggota organisasi dalam organisasi. Sedangkan nilai-nilai merupaka kepercayaan anggota organisasi tentang hal-hal yang sangat bernilai untuk dimiliki atau dilakukan, atau perilaku yang harus dilakukan atu tidak dilakukan, atu hal-hal yang perlu dicapai atau tidak dicapai.
Ciri-ciri budaya organisasi adalah dimiliki bersama (shared), dipelajari (learned), dan diwariskan dari generasi ke generasi (transmitted from generation to generation).
4.1.1.4       Budaya Perusahaan Sebagai Alat Kontrol
Bisa dikatakan bahwa organisasi tidak akan bisa berjalan dengan baik jika organisasi tersebut tidak mempunyai system pengendalian yang memadai. Tampa sistem pengendalian yang memadai, aktivitas-aktivitas organisasi berjalan sendiri-sendiri tanpa ada yang mengarahkan dan mengkoordinasikannya. Dengan demikian juga efisiensi dan efektifitas organisasi sangat bergantung pada berfungsi tidaknya sistem pengendalian tersebut.
Pengertian system pengendalian (Legare, 1998 dalam Sobirin, 2007) adalah pengetahuan yang menyatakan bahwa seseorang yang mengetahui dan peduli, mau member perhatian terhadap apa yang kita kerjakan dan mau memberitahukannnya manakala terjadi penyimpangan. System mpengendalian formal biasanya didesain untuk mengukur kinerja berupa outcome atau perilaku orang-orang yang terlibat dalam proses aktivitas.
Didalam budaya perusahaan organisasi yang baik hendaknya diterapkan system pengendalian yang biasa disebut social control system, dan disinilah budaya organisasi memainkan perannya dalam menciptkan social control system.
4.1.1.5           Peran Pemimpin Dalam Budaya Organisasi
Ada kelompok yang beranggapan bahwa budaya organisasi merupakan variable yang perlu di-manage.
Peran pimpinan dalam organisasi memantau sejauh mana budaya organisasi masih dapat berfungsi atau perlu dilakukan perubahan. Upaya ini penting untuk dilakukan karena tujuan membangun budaya organisasi organisasi bukan sekedar membedakan budayanya dengan budaya organisasi lain, juga bukan sekedar budaya yang dimiliki lemah atau kuat, tetapi lebih bertujuan agar dengan budaya yang dimiliki mampu membawa organisasi pada kinerja yang lebih baik. Oleh sebab itu manakalan budaya organisasi tidak berfungsi dengan baik maka pihak manajemen haru segeera turun tangan ntuk mengatasi persoalan tersebut.
4.1.2                 Pengaruh Etika Bisnis dalam Budaya Organisasi
4.1.2.1           Terciptanya Budaya Organisasi
Penegakkan etika bisnis perlu diterapkan dalam perusahaan, mulai dengan penerapan kebijakan dari mulai proses sampai proes pemasaran yang bersifat etis. Etika dalam implementasnya selalu dipengaruhi oleh factor budaya dan agama. Factor budaya dan agama mampu mempengaruhi proses perumusan Etika bisnis dalam dua hal, yaitu:
a)        Agama dan budaya dianggap sebagai sumber utama hokum, peraturan dank ode etik
b)        Agama dan budaya lenih independen dalam tika bisnis disbanding jenis Etika bisnis lainnya
Terdapat tiga faktor utma yang memungkinkan terciptanya iklim Etika dalam perusahaan:
a)        Terciptanya budaya perusahaan yang baik
b)        Terbangun suatu fungsi organisasi berdasarkan saling percaya
c)        Terbentuknya manajemen hubungan antar pegawai
4.1.2.2       Pengaruh Etika Bisnis Terhadap Budaya Organisasi
Etika personal dan etika bisnis merupakan kesatuan yang dapat terpisahkan dan keberadaannya saling melengkapi dalam mempengaruhi perilaku manajer yang terinternalisasi menjadi perilaku organisasi yang selanjutnya mempengaruhi budaya perusahaan.
Terdapat pengaruh yang kuat antara etika personal dari manajer terhadap tingkah laku etis dalam pengambilan keputusan. Kemampuan seorang professional untuk dapat mengerti dan peka akan adanya masalah etika dalam profesinya sangat dipengaruhi oleh lingkungan, budaya, atau masyarakat dimana profesi itu berada. Budaya perusahaan memberikan menjadi lebih baik jika mereka membudidayakan etika dalam lingkungan perusahaannya.






4.2                   Konsep Dasar Proses Membangun Dan Memelihara Budaya Perusahaan
4.2.1             Proses Budaya Perusahaan
Budaya adalah falsafah, ideologi, nilai-nilai, anggapan, keyakinan, harapan, sikap, dan norma yang dimiliki bersama dan mengikat suatu masyarakat. Proses budaya adalah proses terbentuknya (pembentukan) budaya, dari BSI menjadi BSO, di dalam suatu organisasi atau perusahaan. Proses itu terdiri dari sejumlah subproses yang jalin-menjalin, antara lain kontak budaya, penggalian budaya, seleksi budaya, pemantapan budaya, sosialisasi budaya, internalisasi budaya, kontrol budaya, evaluasi budaya, pertahanan budaya, perubahan budaya, dan pewarisan budaya, yang terjadi dalam hubungan antara suatu organisasi dengan lingkungannya secara berkesinambungan.
Proses seleksi meliputi:
4.2.1.1       Kontak Budaya
Gelombang informasi yang semakin global mendorong kontak antarbudaya semakin pesat. Kontak budaya adalah pertemuan antara nilai baru dengan nilai lama, yang terjadi di luar maupun di dalam organisasi.
Kontak budaya dapat dibedakan atas kontak lunak (soft contact) dan kontak keras (crash contact). Lunak dan keras ditandai dengan:
1.        Pelan atau cepat,
2.        Bertahap atau sekaligus,
3.        Tiba-tiba atau terduga sebelumnya,
4.        Sedikit demi sedikit atau besar-besaran,
5.        Dikenal atau tidak,
6.        Sudah disiapkan atau belum/tidak,
7.        Diharapkan atau tidak,
8.        Kesannya baik atau tidak.
4.2.1.2       Penggalian Budaya
Penggalian budaya dalam sejarah dikenal luas dan berdampak generatif kuat. Berbagai disiplin ilmu pengetahuan dapat digunakan sebagai alat untuk menggali budaya Indonesia, seperti sejarah, antropologi, etnologi, folklore, bahasa, geografi, adat dan tradisi, religi dan kepercayaan, sosiografi, etnografi, hukum dan lain sebagainya.
4.2.1.3       Seleksi Budaya
Budaya dari luar yang dibawa oleh kontak personal dan atau kontak teknologi impersonal, maupun budaya dari dalam hasil penggalian budaya, mengalami seleksi atau evaluasi, yaitu:
1.        seleksi alam (yang unggul yang hidup)
2.        seleksi sosial berdasarkan mekanisme kontrol sosial (yang sesuai yang diterima)
3.        seleksi manajemen budaya yang terprogram
4.2.1.4       Terbentuknya Budaya, Pembentukan Budaya, Pemantapan Budaya
Begitu organisasi didirikan, pembentukan budayanya pun dimulai. Pembentukan BO terjadi tatkala anggota organisasi belajar menghadapi masalah, baik masalah yang menyangkut perubahan-perubahan eksternal, maupun masalah internal yang menyangkut persatuan dan keutuhan organisasi.
Terbentuknya budaya tidak dalam sekejap, tidak bisa dikarbid. Pembentukan budaya memerlukan waktu bertahun bahkan puluhan dan ratusan tahun. Pembentukan budaya diawali oleh pendiri (founder) melalui tahapan sebagai berikut:
1.        Seseorang mempunyai gagasan untuk mendirikan sebuah organisasi atau perusahaan berdasarkan VM tertentu.
2.        Ia menggali dan mengerahkan sumber-sumber, baik orang ini yang sepaham dan setujuan dengan dia (SDM), biaya, teknologi dan sebagainya.
3.        Mereka meletakkan dasar organisasi, berupa susunan organisasi dan tata kerja.
Pembentukan budaya juga harus diartikan sebagai pemberian kesempatan kepada setiap orang untuk di satu pihak memberi sumbangan sebesar-besarnya kepada organisasi dan di pihak lain mencapai self-actualization setinggi-tingginya pula.
4.2.1.5       Sosialisasi Budaya
Melalui kegiatan sosialisasi budaya, ekspediensi budaya mencapai sebanyak mungkin (aspek kuantitatif) dan mencapai sedalam mungkin lubuk hati (aspek kualitatif) warga organisasi atau perusahaan. Sosialisasi keterampilan dan pengetahuan bias memalui program manajemen pelatihan dan pengajaran, yang dilakonkan oleh para pela;tih dan pengajar. Karena itu, sosialisasi keterampilan, pengetahuan dan ajaran-ajaran dapat diprogramkan dan diprojekkan. Tetapi sosialisasi budaya menuntut kesesuaian itu di samping cara yang efektif guna mencapai sasaran.
4.2.1.6       Internalisasi budaya
Internalisasi berarti proses menanamkan dan menumbuhkembangkan suatu nilai atau budaya menjadi bagian diri orang yang bersangkutan. Jika sosialisasi lebih ke samping (horizontal) dan lebih kuantitatif, maka internalisasi lebih bersifat vertikal dan kualitatif. Penanaman dan penumbuhkembangan nilai tersebut dilakukan melalui berbagai didaktik-metodik pendidikan dan pengajaran, seperti pendidikan, pengarahan, indoktrinasi, brain-washing, dan lain sebagainya.
4.2.1.7       Kontrol Budaya dan Pertahanan budaya
Masyarakat memiliki mekanisme atau lembaga pengendalian perilaku manusia, misalnya tradisi, asat, sopan santun, dan moralitas. Budaya berfungsi sebagai kontrol social pada saat ia mampu dan mau mengendalikan perilakau anggota masyarakat, misalnya budaya tertib. Pertahanan budaya adalah proses mempertahankan eksistensi dan kepribadian organisasi.
4.2.1.8       Konflik budaya
Benturan budaya dan konflik budaya merupakan dua gejala budaya yang perilaku dan raganya bisa sama tetapi motifnya berbeda. Benturan terjadi terutama antara nilai lama dengan nilai baru, tetapi konflik terjadi antarkekuatan. Dalam proses kontak budaya, perbedaan budaya secara objektif dapat menimbulkan benturan budaya, tetapi konflik budaya tidak harus terjadi dalam proses kontak budaya jika kontak itu soft.
Konflik budaya adalah konflik nilai dan konflik nilai adalah gejala konflik kepentingan. Konflik budaya timbul jika seseorang berinteraksi dengan orang lain yang budayanya berbeda dengan menggunakan budayanya sendiri, tanpa menyesuaikan sikap dan perilakunya dengan budaya orang lain itu.
4.2.1.9       Perubahan Budaya
Perubahan budaya adalah perubahan pada basics dan hadirannya. Perubahan budaya harus mengindahkan kode etik tertentu, baik dalam melancarkan perubahan maupun dalam menghadapi pihak yang menentang perubahan.
4.2.1.10   Pewarisan Budaya
Pewarisan budaya didasarkan pada beberapa anggapan dasar, yaitu:
1.    VM pendiri organisasi merupakan potret zamannya dan dipandang luhur.
2.    Organisasi yang semula merupakan milik pendiri (OSI) telah menjadi milik masyarakat umumnya dan konsumen khususnya (OSO).
3.    Pada suatu saat pendiri meninggal dunia, kekuasaan atas organisasi dilanjutkan oleh penggantinya.
4.    Sementara itu lingkungan menunjukkan perubahan sosial yang pesat di segala bidang.
5.    VM harus dapat diwariskan kepada generasi penerus organisasi.
Budaya diwariskan melalui beberapa strategi, antara lain:
1.    Strategi pelestarian sistem nilai organisasi,
2.    Strategi kaderisasi,
3.    Strategi belajar berbudaya,
4.    Strategi suksesi dan pembatasan beberapa kali masa jabatan seseorang menjabat suatu jabatan,
5.    Strategi pemanfaatan dan pelestarian alam, dan
6.    Strategi hidup hemat dan sederhana.
4.2.2             Proses Membangun dan Memelihara Budaya Perusahaan
Proses membangun budaya perusahaan, meliputi:
1)        Seseorang (biasanya pendiri) dating dengan idea tau gagasan tentang sebuah usaha baru
2)        Pendiri membawa orang-orang kunci yang merupakan pemikir dan pencipta yang memiliki vii yang sama dengan pendiri
3)        Kelompok inti memulai serangkaian tindakan  untuk menciptakan organisasi, mengumpulkan dana, menentukan jenis dan tempat usaha, dan hal-hal lain yang relevan
4)        Orang-orang lain dibawa ke dalam organisasi untuk berkarya bersama dengan pendiri dan kelompok inti, dan memulai sejarah bersama
Sedangkan cara memelihara budaya perusahaan, antara lain adalah:
1)        Seleksi karyawansecara obyektif
2)        Penempatan kerja sesuai dengan kemampuan dan bidangnya
3)        Perolehan dan peningkatan kemahiran melalui pengalaman
4)        Penilaian prestasi dan pemberian imbalan yang sesuai
5)        Penghayatan akan nilai-nilai kerja atau lainnya yang penting
6)        Cerita-cerita dan faktor organisasi yang menumbuhkan semangat dan kebanggaan
7)        Pengakuan dan promosi bagi karyawan yang berprestasi
Tentang bagaimana karyawan mempelajari budaya perusahaan, antara lain adalah:
1)        Cerita-cerita: tentang bagaimana kerasnya perjuangan pendiri
2)        Ritual/ upacara-upacara: tiap masyarakat memiliki corak ritual sendiri-sendiri
3)        Symbol-simbol material: alat identifikasi fisik
4)        Bahasa: media yang terpenting untuk transformasi nilai-nilai



4.2.3             Diperlukannya Budaya Perusaahaan
Perusahaan identik dengan jiwa atau Soul dari suatu perusahaan yang dibentuk oleh sekelompok orang didalamnya untuk memacu pertumbuhan perusahaan dan dapat pula diartikan sebagai cermin pertumbuhan jiwa dalam perusahaan.

4.2.4             Memastikan jiwa itu tumbuh dengan baik dan menjadi suatu kekuatan untuk mempersatukan semua unsur dalam perusahaan dan menjadi pembeda dari lingkungan bisnisnya?

Budaya perusahaan adalah jiwa perusahaan. Tanpa suatu jiwa, perusahaan tidak akan dapat tumbuh dengan baik, dan apabila perusahaan tidak tumbuh, maka tidak akan ada kehidupan, yang pada akhirnya perusahaan itu akan mati. maka Pengertian budaya perusahaan adalah kepribadian suatu perusahaan yang umumnya dikaitkan dengan sistim nilai, norma, sikap, dan etika kerja yang dipegang bersama oleh setiap personil perusahaan.

4.3              Analisis keberhasilan Bank Mandiri dalam menjalankan internalisasi etika bisnis dalam budaya perusahaan.

Dalam upaya mencapai posisi sebagai bank publik terkemuka (Blue Chip Company) di kawasan Asia Tenggara (Regional Champion Bank), Dewan Komisaris dan Direksi Bank Mandiri memiliki untuk menegakkan sistem perbankan yang sehat dan kuat. Manajemen berkeyakinan bahwa pencapaian tujuan di atas merupakan proses transformasi yang secara mutlak memerlukan penerapan prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG) sebagai salah satu prasyaratnya.
Bank Mandiri percaya bahwa penerapan prinsip dan praktek-praktek GCG yang konsisten akan memberikan manfaat baik bagi Bank maupun para pemangku kepentingan lainnya. Sejak awal berdirinya, Bank Mandiri menyadari bahwa kunci utama keberhasilan pengelolaan perusahaan terletak pada kemampuan mengembangkan serta menumbuhkan budaya perusahaan maupun etos kerja yang baru, antara lain melalui prudential banking practices, manajemen risiko serta penerapan GCG.






4.3.1        Analisis Kasus
4.3.1.1  Tingkat Keberhasilan Bank Mandiri
PT Bank Mandiri Tbk (Bank Mandiri) membukukan laba bersih sebesar Rp2,1 triliun pada semester I 2007. Angka ini naik 163% dibandingkan laba bersih periode yang sama tahun lalu Rp815 miliar.
Peningkatan laba bersih didorong banyak faktor, antara lain kenaikan pendapatan bunga bersih, naiknya angka fee based income, dan keberhasilan Bank Mandiri dalam mengendalikan biaya operasional,” ujar Wakil Direktur Utama Bank Mandiri I Wayan A Mertayasa di Jakarta,kemarin. Dia menuturkan, pertumbuhan pendapatan bunga bersih perseroan mencapai 38,0% menjadi Rp6,7 triliun dari Rp4,9 triliun periode yang sama tahun lalu. Sementara fee based income Bank Mandiri naik 35,5% dari Rp1,3 triliun menjadi Rp1,8 triliun.
Mertayasa menjelaskan, keberhasilan Bank Mandiri menekan biaya operasional tecermin dari penurunan tingkat cost efficiency ratio (CER) menjadi 38,7% dibandingkan 41,1% bila pendapatan bunga dari pembayaran tunggakan bunga kredit bermasalah tidak diperhitungkan. Perbaikan CER terjadi karena pertumbuhan pendapatan jauh di atas pertumbuhan biaya operasional.  Pertumbuhan pendapatan mencapai Rp1,7 triliun, sedangkan biaya overhead hanya Rp318 miliar, ungkap dia.
Mertayasa menambahkan, kenaikan pendapatan bunga bersih Bank Mandiri didorong oleh pertumbuhan penyaluran kredit senilai 7,9% dari Rp107,8 triliun menjadi Rp116,3 triliun. Komposisi kredit terbesar terjadi pada sektor korporasi yang mencapai Rp50,5 triliun.Disusul sektor komersial Rp32,5 triliun, konsumer Rp12,7 triliun, dan mikro Rp2,1 triliun.  Sisanya dikucurkan pada small medium enterprise (SME), ujar dia. Selain itu, lanjut Mertayasa, kenaikan pendapatan bunga juga didorong keberhasilan Bank Mandiri menurunkan tingkat kredit bermasalah menjadi 3,9% neto semester I 2007 dari 13,9% periode yang sama tahun lalu.
Direktur Bank Mandiri Riswinandi menjelaskan, keberhasilan Bank Mandiri menurunkan rasio kredit bermasalah dipicu adanya pembayaran sejumlah debitor. Nilai pembayaran kreditnya mencapai Rp700 miliar. Debitor-debitor itu antara lain Raja Garuda Mas (RGM), PT Argo Pantes, dan Lativi Group. Sementara itu, Direktur Utama Bank Mandiri Agus Martowardojo optimistis, perbaikan kinerja Bank Mandiri selama semester I 2007 bisa berlanjut pada semester berikutnya. Bahkan, tidak tertutup kemungkinan Bank Mandiri akan melakukan revisi, baik dalam penyaluran kredit maupun laba bersih. (zaenal muttaqin).

4.3.1.2  Keberhasilan Bank Mandiri dalam menjalankan internalisasi etika bisnis dalam budaya perusahaan

Sebelum dilaksanakannya Initial Public Offering (IPO) pada tanggal 14 Juli 2003, Bank Mandiri melakukan internalisasi GCG melalui:

1)      Keputusan Bersama Direksi dan Dewan Komisaris tentang Prinsip-prinsip GCG di Bank Mandiri.
2)      Keputusan Bersama Direksi dan Dewan Komisaris tentang Code Of Conduct PT Bank Mandiri (Persero) yang menjadi pedoman perilaku di dalam berinteraksi dengan nasabah, rekanan dan sesama karyawan.
3)      Keputusan Direksi tentang Kebijakan Kepatuhan (Compliance Policy) yang mewajibkan seluruh jajaran Bank Mandiri untuk bertanggung jawab penuh secara individu didalam melakukan kegiatan operasional Bank di bidangnya masing-masing.
4)      Keputusan Direksi tentang Tata Tertib Executive Management PT Bank Mandiri (Persero) Tbk yang menjadi dasar pelaksanaan kerja, administrasi, tanggung jawab dan wewenang Executive Management dalam melaksanakan fungsi, tugas dan kewajiban sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar PT Bank Mandiri (Persero) Tbk.

Setelah go public, Bank Mandiri kemudian melaksanakan implementasi GCG melalui:

1)        Pembentukan Komite-komite di level Dewan Komisaris, yaitu Komite Pemantau Risiko, Komite Remunerasi dan Nominasi, dan Komite GCG untuk melengkapi Komite Audit yang telah dibentuk sebelumnya.
2)        Pembentukan Sekretaris Perusahaan(Corporate Secretary).
3)        Pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Saham sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi perusahaan publik dan terbuka.
4)        Keterbukaan Informasi, antara lain dalam publikasi laporan keuangan, informasi mengenai peristiwa atau fakta material.
5)        Laporan tahunan yang tepat waktu,memadai, jelas dan akurat.
6)        Menghormati dan memperhatikan kepentingan pemegang saham minoritas.
7)        Menetapkan Enam Strategi Utama dalam rangka membenahi serta membangun dasar-dasar pertumbuhan di masa datang.
8)        Revitalisasi terhadap nilai-nilai kebersamaan (shared values) Bank Mandiri serta perumusan perilaku utama Bank Mandiri.
9)        enilaian implementasi GCG oleh lembaga independen.

Setelah dibentuknya Komite GCG, internalisasi GCG di Bank Mandiri dilakukan melalui :

1)        Penyusunan Piagam GCG yang dituangkan melalui Keputusan Dewan Komisaris No. 005/KEP/KOM/2005
2)        Pelaksanaan Good Corporate Governance Self Assessment.
3)        Pelaksanaan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 8/4/PBI2006 tanggal 30 Januari 2006 tentang Pelaksanaan GCG Bagi Bank Umum sebagaimana diubah dengan PBI No. 8/14/PBI/2006 tanggal 5 Oktober 2006 serta SE No.9/12/DPNP/tanggal 30 Mei 2007 tentang Penerapan Good Corporate Governance di Bank Umum, dan Penerapan Good Corporate Governance di Bank Umum; dan
4)        Sosialisasi GCG kepada seluruh jajaran Bank Mandiri. Menyadari bahwa implementasi GCG memegang peranan penting dalam meningkatkan kinerja Bank, efisiensi dan pelayanan kepada stakeholders, Bank Mandiri melakukan penyempurnaan praktek GCG secara konsisten dan berkesinambung, antar lain melalui:
(1)               Publikasi laporan keuangan yang transparan dan tepat waktu, penyempurnaan kualitas website Bank Mandiri, pelaksanaan investor meeting dan pelaksanaan corporate social responsibility
(2)               Pengambilan keputusan bisnis maupun keputusan manajemen lainnya dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip GCG serta senantiasa mempertimbangkan semua ketentuan yang berlaku (taat azas). Hal ini berdampak positif dan sangat membantu Bank Mandiri keluar dari berbagai kesulitan secara bertahap namun pasti, di samping telah meningkatkan shareholder’s value yang tercermin dari kinerja Bank Mandiri pada tahun berikutnya.
(3)               Bekerja keras untuk meningkatkan kinerja Bank, antara lain melalui pembenahan dalam penanganan kredit yang hasilnya terlihat dari penurunan NPL menjadi kurang dari 5%. Hal ini merupakan upaya segenap jajaran Bank dalam rangka menumbuhkan kepercayaan masyarakat atas kemampuan manajemen dalam mengelola perusahaan dan membangun nilai jangka panjang bagi stakeholder.
(4)               Pelaksanaan program internalisasi budaya Bank Mandiri antara lain melalui penyelenggaraan Culture Fair, Culture Seminar, Change Agent Championship & Recognition Program berupa pemberian penghargaan kepada unit kerja dan change agent terbaik dalam implementasi program budaya guna meningkatkan motivasi seluruh unit kerja dan para change agent yang ada.
Resep keberhasilan Bank Mandiri, antara lain:
1)                  Transformasi Budaya Kerja
Budaya Kerja merupakan elemen integral dari episentrum strategi perusahaan. Budaya Kerja diaktualisasikan dan dinaturalisasikan dalam visi dan misi perusahaan. Bukan hanya sekedar basa-basi ataupun menjadi ‘buku pintar’ namun perlu implementasi mendalam pada operasisinal sebuah perusahaan. Then, kita dapat mengatakan bahwa sukses tidaknya suatu perusahaan dalam menjalankan bisnisnya memang tidak terlepas dari budaya perusahaan yang dimilikinya.
Sebelum perusahaan menerapkan GCG sebaiknya perusahaan menerapkan terlebih dahulu nilai-nilai yang terkandung dalam Corporate Culture yang dianutnya. (Djoko Santoso Moeljono, Good Corporate Culture sebagai inti dari GCG, 2005)
Menjadi suatu keniscayaan bula budaya perusahaan diaktualisasikan melalui penyusunan Standar Operasional & Prosedur (SOP) dan menjadi semacam pijakan (policy guidelines), sehingga perusahaan dapat mengoptimalkan seluruh elemen yang ada dalam berkontribusi guna mencapai tujuan utama perusahaan
Agus Martowardojo sangat paham mengenai hal ini, beliau menerapkan budaya kerja baru yang lebih ‘frsh gradute’ dan lebih berkarakter dengan motto Bank Mandiri Melayani Dengan Hati, Menuju Yang Terbaik. Menerapkan Budaya kerja perusahaan yang terangkum dalam TIPCE (Trust, Integrity, Profesionalism, Customer Focus, dan Excellence)
salah counter di Bank Mandiri (matanews.com)
“Keberhasilan Bank Mandiri dalam service quality didukung oleh semua pihak, mulai dari Top Management hingga pegawai lini bawah. Hal ini membutuhkan komitmen dan perjuangan keras karena yang diubah adalah perilaku manusia, yang kemudian akan membentuk budaya kerja perusahaan. Bank Mandiri memiliki konsep pelayanan yang diberikan kepada nasabah sesuai dengan 10 perilaku Utama Budaya kerja perusahaan yang terangkum dalam TIPCE (Trust, Integrity, Profesionalism, Customer Focus, dan Excellence),” demikian paparan Agus pada saat penganugerahan Bank Mandir sebagai Bank dengan Pelayanan terbaik tahun 2008.
Selain itu, dalam bidang SDM diberlakukan sistem kinerja dengan berbasis KPI (Key Performance Indicator). Semua karyawan dari direksi sampai level terendah diterapkan reward dan punishment yang didasarkan penilaian. Prestasi dan Kinerja menjadi standar ukuran, dengan konsideran berupa kenaikan gaji dan apesiasi/penghargaan yang berbeda setiap pergawainya. Di sisi lain, jika diketahui melakukan tindakan pelanggaran, maka tindakan tegas tidak segan dilakukan.
2)                  Berani bertindak tegas terhadap para penunggak kredit
Ketika Agus Martowardojo masuk ke Bank Mandiri pada tahun 2005, NPL (Noan Performing Loan) mencapai angka 26 % dengan jumlah potensi kredit macet sekitar 27 Triliun, 70 % dari NPL tadi disumbangkan oleh 30 nasabah besar. Para penunggak kredit ini diminta memperbaiki kinerja hutangnya. Meskipun awalnya sulit dinegoisasi akhirnya Agus Marto mampu menekan mereka untuk bekerja sama, salah satu caranya adalah dengan mengumumkan para debitur bermasalah tsb secara terbuka di media massa
Keberaniannya mem-pressure para debitor besar yang ‘nakal’ inilah yang menjadi point penting seorang Agus Martowardojo. Beliau kemudian dikenal sebagai figur yang memiliki sikap tegas, berani dan tidak mudah diintervensi.
Agus Martowardojo menyerahkan Kredit Usaha Rakyat (antarafoto.com)
Agus juga dinilai pandai membangun tata nilai seperti kejujuran dengan tidak berkompromi soal masalah penyimpangan terkait dengan uang. Sosok Agus juga komitmen dalam memberikan contoh kepada anak buahnya.
Menurut Rhenald Kasali “Agus itu dia ngomong A dia jalankan A, dia juga pekerja keras. Dijaman dia para pemimpin cabang harus standby menunggu presentasinya hasil kerja dari pagi ke pagi. Yang menarik lagi, dia orangnya juga jeli melihat peluang,”
(dikutip dari detik.finance).
Integritas dan ketegasan seperti ini yang kemudian mampu menahkodai Bamk Mandiri hingga mencapai Pulau ‘Kemenangan’
3)                 Dekat dengan Nasabah
Berbeda dengan sikapnya yang tanpa kompromi terhadap debitur nakal. Kepada nasabah, terutama nasabah potensial beliau sangat ramah, mudah ingat peristiwa dan menghargai sebagai seorang mitra.
Menurut seorang pegawai yang menangani masalah ekspor - impor, dia memiliki pengalaman menarik dengan sosok Agus Marto. Saat menjalani cuti ke Jogjakarta dia melihat Agus Marto sedang berbicang dengan seseorang di Lobby kaca Bandara. Sontak Pak Agus Marto bangkit dari tempat duduknya dan bergegas menuju si pergawai dan menyalaminya.
Demikian juga pengalaman seorang pegawai dari Learning Center Group yang tidak mau disebutkan namanya. Dia pernah bersama Agus Marto dalam peringatan Hari Pendidikan Nasional tahun 2009. Menurutnya Agus Marto figur yang cukup egaliter, penuh canda dan dekat dengan pegawai.
Bagaimana pendangan nasabah Bank Mandiri mengenai sosok Agus Martowardojo. Salah satu dari mereka berujar, “Saya kaget Pak waktu Pak Agus nyamperin saya dan nyalamin……” ujarnya seperti ditirukan salah seorang pegawai.
bersama pegawai dan nasabah di papua (mediarilis.wordpress.com)


BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1       Kesimpulan
5.1.1    Budaya adalah falsafah, ideologi, nilai-nilai, anggapan, keyakinan, harapan, sikap dan norma yang dimiliki bersama dan mengikat suatu masyarakat.Budaya organisasi adalah gaya dan cara hidup organisasi yang merupakan pencerminan dari nilai-nilai atau kepercayaan yang selama ini dianut oleh seluruh anggota organisasi. Terdapat 7 dimensi nilai-nilai yang berlaku dalam budaya organisasi/perusahaan yaitu inovasi dan pengambilan resiko, perhatian pada detail, orientasi pada luaran (outcome), orientasi pada manusia, orientasi pada tim, agresivias, stabilitas. Kinerja  yang menggambarkan esensi budaya organisasi identitas anggota, penekanan kelompok, fokus orang, penyatuan unit, pengendalian, toleransi resiko, kriteria ganjaran, toleransi konflik, orientasi sarana tujuan , dan fokus pada sistem terbuka. Penegakkan etika bisnis perlu diterapkan dalam perusahaan, mulai dengan penerapan kebijakan dari mulai proses sampai proes pemasaran yang bersifat etis. Etika dalam implementasnya selalu dipengaruhi oleh factor budaya dan agama. Terdapat pengaruh yang kuat antara etika personal dari manajer terhadap tingkah laku etis dalam pengambilan keputusan. Kemampuan seorang professional untuk dapat mengerti dan peka akan adanya masalah etika dalam profesinya sangat dipengaruhi oleh lingkungan, budaya, atau masyarakat dimana profesi itu berada. Budaya perusahaan memberikan menjadi lebih baik jika mereka membudidayakan etika dalam lingkungan perusahaannya.
5.1.2                    Proses budaya adalah proses terbentuknya (pembentukan) budaya, dari BSI menjadi BSO, di dalam suatu organisasi atau perusahaan. Proses itu terdiri dari sejumlah subproses yang jalin-menjalin, antara lain kontak budaya, penggalian budaya, seleksi budaya, pemantapan budaya, sosialisasi budaya, internalisasi budaya, kontrol budaya, evaluasi budaya, pertahanan budaya, perubahan budaya, dan pewarisan budaya, yang terjadi dalam hubungan antara suatu organisasi dengan lingkungannya secara berkesinambungan. Proses seleksi meliputi kontak budaya, penggalian budaya, seleksi budaya, terbentuknya budaya, pembentukan budaya, pemantapan budaya, sosialisasi budaya, internalisasi budaya, kontrol budaya dan pertahanan budaya, konflik budaya, perubahan budaya, dan pewarisan budaya. Proses membangun budaya perusahaan, meliputi seseorang datang dengan  ide atau gagasan tentang sebuah usaha baru, pendiri membawa orang-orang kunci yang merupakan pemikir dan pencipta yang memiliki vii yang sama dengan pendiri, kelompok inti memulai serangkaian tindakan  untuk menciptakan organisasi, mengumpulkan dana, menentukan jenis dan tempat usaha, dan hal-hal lain yang relevan, orang-orang lain dibawa ke dalam organisasi untuk berkarya bersama dengan pendiri dan kelompok inti, dan memulai sejarah bersama. Sedangkan cara memelihara budaya perusahaan, antara lain seleksi karyawan secara obyektif, penempatan kerja sesuai dengan kemampuan dan bidangnya, perolehan dan peningkatan kemahiran melalui pengalaman, penilaian prestasi dan pemberian imbalan yang sesuai, penghayatan akan nilai-nilai kerja atau lainnya yang penting, cerita-cerita dan faktor organisasi yang menumbuhkan semangat dan kebanggaan, pengakuan dan promosi bagi karyawan yang berprestasi.
5.1.3                Dalam upaya mencapai posisi sebagai bank publik terkemuka (Blue Chip Company) di kawasan Asia Tenggara (Regional Champion Bank), Dewan Komisaris dan Direksi Bank Mandiri memiliki untuk menegakkan sistem perbankan yang sehat dan kuat. Manajemen berkeyakinan bahwa pencapaian tujuan di atas merupakan proses transformasi yang secara mutlak memerlukan penerapan prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG) sebagai salah satu prasyaratnya.
Bank Mandiri percaya bahwa penerapan prinsip internalisasi etika bisnis dalam budaya perusahaan melalui  praktek-praktek GCG yang konsisten akan memberikan manfaat baik bagi Bank maupun para pemangku kepentingan lainnya. Sejak awal berdirinya, Bank Mandiri menyadari bahwa kunci utama keberhasilan pengelolaan perusahaan terletak pada kemampuan mengembangkan serta menumbuhkan budaya perusahaan  maupun etos kerja yang baru, antara lain melalui prudential banking practices, manajemen risiko serta penerapan GCG.

5.2              Saran
Berdasarkan uraian mengenai internalisasi etika bisnis dalam budaya perusahaan dapat penulis kemukakan beberapa saran antara lain:
5.2.1        Seorang  professional sebaiknya harus  mengerti dan peka akan adanya masalah etika dalam profesinya sangat dipengaruhi oleh lingkungan, budaya, atau masyarakat dimana profesi itu berada. Budaya perusahaan memberikan menjadi lebih baik jika mereka membudidayakan etika dalam lingkungan perusahaannya.
5.2.2        Bank Mandiri diharapkan mampu meningkatkan dan mempertahankan kualitas budaya perusahaan yang dimiliki.
5.2.3        Bank Mandiri dalam menjalankan internalisasi etika bisnis dalam budaya perusahaan sangat berpengaruh untuk mencapai keberhasilan perusahaan, sehingga harus dipertahankan serta diingkatkan.


DAFTAR RUJUKAN


Bank Mandiri. (Online), (http://www.bankmandiri.co.id/corporate01/pdf/073885546845.pdf), diakses 27 Oktober 2011.

Elha. 2011.  Resep Keberhasilan Agus Martowardojo Memimpin Bank Mandiri.. (Online), (http://ekonomi.kompasiana.com/manajemen/2011/01/14/resep-keberhasilan-agus-martowardojo memimpin-bank-mandiri/), diakses 22 Oktober 2011.


Pelaksanaan Good Corporate Governance.  (Online), http://wilmana.wordpress.com/2008/06/15/corporate-governance-seri-1/)

 

Praktikno, H. 2009. Etika Bisnis dan Profesi. Bahan Ajar Tidak Diterbitkan. Malang: Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Malang.

Proses Internalisasi Budaya Perusahaan. (Online), (http://wahyudindlu.blogspot.com/2011/03/proses-internalisasi-budaya perusahaan.html), diakses 27 Oktober 2011.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar